Senin, 10 Juni 2013

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN KELOMPOK 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pengembangan Sumber Daya Manusia
Investasi pengembangan sumber daya manusia selalu berjangka panjang. Program pengembangan jangka panjang ini mempersiapkan manusia terdidik yang memiliki ilmu pengetahuan dan mempunyai kualitas yang tinggi, yaitu manusia yang berkaliber nasional dan internasional. Adanya gejala pengangguran manusia terdidik dewasa ini perlu mendapatkan perhatian serius. Misalnya, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap isi dan arah kurikulum pendidikan yang tidak sejalan dengan kebutuhan pembangunan. Perlu pengembangan paradigma pendidikan yang memposisikan individu yang mandiri, pembelajar, dan mengupayakan pengembangan serta pemberdayaan potensi.
Upaya peninjauan kurikulum harus dibarengi dengan perubahan perilaku pendidik selama ini yang lebih menekankan adanya penindasan terhadap peserta didik. Punishment lebih didahulukan dan dikembangkan dari pada reward dan pemberian apresiasi. Padahal pendidikan yang ideal dan dapat mengembangkan potensi diri agar mandiri adalah pendidikan yang mengedepankan reward dan apresiasi kepada peserta didik dari pada punishment dan penindasan yang justru mengerdilkan jiwa peserta didik, membuatnya tidak kreatif dan tidak mandiri. Ketahanan suatu masyarakat ditentukan oleh tiga unsur ialah sumber daya alamnya, sumberdaya manusianya yang berkualitas, dan sumber daya kebudayaan dan kesejarahannya.[1]
Hanya anggota masyarakat yang berbudaya, yaitu yang mempunyai kebanggaan terhadap masyarakat dan budayanya, akan menjadi unsur sumber daya manusia yang produktif di dalam era globalisasi. Manusia yang tidak berbudaya akan tenggelam dalan arus globalisasi dan dia tidak mepunyai identitas. Globalisasi sangat mempengaruhi negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Pengaruh yang demikian itu juga akan dialami warganya, sumber daya manusianya. Oleh karena itu kesiapan bangsa Indonesia menghadapi era globalisasi ialah persoalan peningkatan seutuhnya sumber daya manusia, yaitu kualitas manusia dengan keseimbangan aspek material dan aspek spiritual atau nilai keagamaan.

Investasi sumber daya manusia sebagai anggota masyarakat yang diperlukan adalah memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1)               Manusia yang berwatak, yaitu jujur dan memiliki social capital: dapat dipercaya, suka kerja keras, jujur, dan inovatif. Dengan istilah lain, manusia yang beretika dengan taat menjalankan ajaran agamanya;
(2)               Cakap dan inteligen; inteligensi ini harus dikembangkan sesuai apa yang dimiliki oleh masing-masing individu;
(3)               Entrepreneur (wiraswasta), sikap entrepreneur bukan hanya di bidang ekonomi dan bisnis tetapi juga unruk semua aspek kehidupan, karena kemampuan entrepreneur cenderung bersifat inovatif dan tidak terikat kepada sesuatu yang tetap, sehingga tidak mengenal istilah ”menganggur”;
(4)               Kompetitif, sumber daya manusia yang diperlukan adalah yang memiliki kualitas kompetitif dalam kehidupan dunia terbuka untuk selalui menggapai nilai lebih dan meningkatkan kualitas produktifitas kerjanya. Sikap kompetitif harus sudah mulai ditumbuhkan sejak di dalam keluarga, dan juga setiap jenjang pendidikan formal.

2.2.   Filsafat Pendidikan dan Sumber Daya Manusia
            Manusia adalah makhluk yangg memiliki  berbagai potensi bawaan. Dari sudut pandang potensi yang dimiliki itu, manusia dinamakan dengan berbagai sebutan. Dilihat dari potensi inteleknya, manusia disebut homo intelectus. Di lain pihak, manusia juga  disebut homo sapiens, karena memiliki kemampuan merasai, mengerti, membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan dan pengetahuan.[2]
            Filsafat pendidikan, seperti dikemukakan Imam Barnadib, disusun atas dua pendekatan. Pendekatan pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofis tokoh-tokoh tertentu. Sedangkan pandangan kedua adalah usaha untuk menemukan jawaban dari pendidikan beserta problema-problema yang ada yang memerlukan tinjauan filosofis. [3]
Dari pendekatan pertama, terkait dengan kualitas potensi manusia, terdapat tiga aliran filsafat. Pertama, aliran naturalisme, yang menyatakan bahwa manusia memiliki potensi bawaan (natur) yang dapat berkembang secara alami, tanpa memerlukan bimbingan dari luar (lingkungan). Secara alami manusia akan bertambah dan berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing. Tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Rousseau.
Kedua, aliran empirisme. Menurut aliran ini, manusia bertumbuh dan berkembang atas bantuan atau karena adanya intervensi lingkungan. Tanpa adanya  pengaruh luar, manusia tidak akan mampu berkembang. Jika lingkungan baik, manusia akan menjadi baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk, manusia akan menjadi buruk pula. Tokoh aliran ini adalah schopenhauer.
Ketiga, aliran konvergensi, yang memiliki pandangan gabungan antara naturalisme dan empirisme. Menurut aliran ini, manusia secara kodrati memang telah dianugerahi potensi yang disebut bakat. Namun, agar potensi itu dapat berkembang, perlu adanya pengaruh dari luar berupa tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan. Tokoh aliran ini adalah William Stern.
Ketiga aliran tersebut kemudian menjadi dasar pemikiran manusia dalam kaitan dengan problema pendidikan. Walaupun manusia memilik bakat yang baik, kemudian dididik secara baik pula, maka hasilnya akan menjadi lebih baik ada motivasi intrinsik (dorongan kesadaran dari dalam diri) dari peserta didik itu sendiri.[4]
2.3.   Berbagai Potensi Manusia
Dengan mengkaji konsep Al-Insan, Al-Nas, Basyar, Bani Adam, atau Zuriyat Adam sebagaimana tersebut diatas, paling kurang dapat diketahui adanya ranah kognitif, efektif dan psikomotorik yang dimiliki manusia. Ketiga aspek tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Ranah Kognitif
    Aspek kognitif manusia pada dasarnya adalah aspek keterampilan berpikir dalam rangka memperoleh pengetahuan. Menurut S. Bloom, bahwa pada aspek kognitif ini terdiri dari enam komponen keterampilan berfikir yang sifatnya hirarkhis. Keenam komponen tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Pengetahuan. Pengajar pada aspek pengetahuan ini bertujuan untuk mencapai kemampuan ingatan manusia tentang hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan yang berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, dan metode.
2. Pemahaman. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk mencapai kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal-hal yang dipelajari.
3. Penerapan. Pengajaran pada aspek ini, bertujuan untuk mencapai kemampuan untuk menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang baru dan nyata.
4. Analisis. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk mencapai kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
5. Sintesis. Pengajaran pada aspek ini bertujuan mencapai kemampuan membentuk pola baru, misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja.
6. Evaluasi. Pengajaran pada aspek ini bertujuan mencapai kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai karangan orang lain.
2. Ranah Afektif
Aspek afektif manusia pada dasarnya merupakan aspek keterampilan dalam menghayati dan menyadari tentang berbagai hal yang diketahui sehingga ia terdorong untuk mengerjakannya.
Menurut keterangan yang dikemukakan para ahli, bahwa pada aspek kognitif ini terdapat lima keterampilan menghayati dan menyadari manusia, yang meliputi.
1. Penerimaan. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menumbuhkan kepekaan terhadap hal-hal tertenyu, dan kesediaannya untuk memperhatikan hal-hal tersebut. Misalnya mengakui adanya perbedaan.
2. Partisipasi. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menumbuhkan kerelaan, kesedihan dan mempraktikkan dan partisipasi dalam kegiatan. Misalnya, mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3. Penilaian dan Penentuan Sikap. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menumbuhkan sikap menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. Misalnya, menerima pendapat orang lain.
4. Organisasi. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya, menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan menjadikannya sebagai pedoman dalam bertindak secara bertanggung jawab.
5. Pembentukan Pola Hidup. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya, kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.

1.        Ranah Psikomotorik
Aspek psikomotorik manusia pada dasarnya merupakan aspek keterampilan dalam mempraktikkan sebuah konsep yang telah dipahami dan dihayati. Menurut Simpson, bahwa aspek psikomotorik manusia ini terdiri dari tujuan perilaku sebagai berikut.
1.        Persepsi. Pengajaran pada aspek ini bertujuan menggali, menumbuhkan, mengarahkan dan mengembangkan kemampuan memilah-milah (mendeskriminasikan) hal-hal secara khas, serta menyadari adanya perbedaan. Misalnya pemilihan terhadap warna, angka, dan sebagainya.
2.        Kesiapan. Pengajaran pada aspek ini bertujuan menggali, menumbuhkan, mengarahkan dan mengembangkan kemampuan menempatkan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian tindakan yang mencakup jasmani dan rohani. Misalnya, menentukan posisi mulai berlari dalam suatu perlombaan.
3.        Gerak Terbimbing. Pengajaran pada aspek ini bertujuan menggali, menumbuhkan, mengarahkan dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan gerakan sesuai dengan contoh, atau gerakan penerimaan. Misalnya, gerakan yang meniru tarian, membuat lingkaran sesuai pola, dan sebagainya.
4.        Gerak yang Terbiasa. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menggali, menumbuhkan, mengarahkan dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan gerakan tanpa diberikan contoh terlebih dahulu. Misalnya, melakukan lompat tinggi dengan tepat.
5.        Gerakan Kompleks. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menggali, menumbuhkan, mengarahkan, dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien, dan tepat. Misalnya, melakukan bongkar pasang peralatan secara tepat.
6.        Penyesuaian Pola Gerakan. Pengajaran pada aspek ini bertujuan menggali, menumbuhkan, mengarahkan, dan mengembangkan kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerakgerik dengan dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya, kemampuan dalam bertanding dan berlomba.
7.        Kreativitas. Pengajaran pada aspek ini bertujuan untuk menggali, menumbuhkan, mengarahkan, dan mengembangkan kemampuan dalam melahirkan pola gerakan-gerakan baru atas dasar prakarsa sendiri. Misalnya, kemampuan membuat tari kreasi baru.

Berdasarkan keterangan diatas, terlihat bahwa pada dasarnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik adalah merupakan keterampilan, yaitu keterampilan mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi, yang dilanjutkan dengan keterampilan menerima, berpartisipasi, mengorganisasi dan membentuk pola hidup, serta dilanjutkan dengan kemampuan mempersepsi, mempersiapkan diri, melakukan gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan menghasilkan kreativitas baru.
Berbagai keterampilan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik tersebut pada intinya adalah merupakan pelaksanaan dari berbagai potensi manusia sebagai makhluk yang dapat berpikir, belajar, berbudaya, dan berkreasi sebagaimana tersebut diatas.

2.4.            Pengertian Akal dan Ilmu Pengetahuan
2.4.1        Akal
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari pengertian diatas, yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah dan menurut kamus yakni, daya pikir untuk memahami sesuatu, yang didalamnya terdapat kemungkinana bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah dan bisa juga benar.
            Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini hanya terbatas dalam penggunaan kata akal. Akal secara bahasa berasal dari mashdar ya’kilu. A’kla, jika dia menahan dan memegang erat apa yang dia ketahui. Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berkata, kata akal menahan, mengekang, menjaga dan sebagainya adalah lawan kata dari melepas, membiarkan, menelantarkan dan sebagainya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk ilmu batin, maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah lafadh akal dimutlak kan pada berakal dengan ilmu.
            Syeikh al-albani berkata “Akal menurut bahasa adalah tarbiyah, yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri kecuali ia mengikuti sunah dengan kitab yang mengikat dirinya pada pemahaman salaf’’. Al imam Al abdul kosim Al Asbahani berkata, “Akal ada dua macam yaitu: thabi’I dan yang diusahakan, yang thabi’I adalah yang datang bersamaan dengan yang dilahirkan, seperti kemampuan untuk menyusu, makan, tertawa bila senang, dan menangis bila tidak senang. Kemudian seorang anak akan mendapat tambahan akal di fase kehidupannya hingga berumur 40 tahun. Saat itulah sempurna akalnya. Kemudian setelah itu berkurang akalnya, bahkan ada yang menjadi pikun. Tambahan ini adalah akal yang diusahakan. Adapun ilmu maka setiap hari pun bertambah, batas akhir menuntut ilmu adalah batas akhir umur manusia. Maka seorang manusia akan butuh kepada penambahan ilmu selagi masih bernyawa, dan kadang dia tidak butuh penambahan akal jika sudah sampai pada puncaknya. Hal ini membuktikan bahwa akal adalah lebih rendah dari pada ilmu, dan bahwasannya agama tidak bisa dijangkau dengan akal, tetapi agama dijangkau dengan ilmu.

2.4.2. Ilmu Pengetahuan
   Ilmu dan pengetahuan adalah dua buah kata yang merupakan kata majemuk, sehingga dalam penggunaannya sehari-hari selalu dirangkai dan membentuk satu arti, yakni ilmu pengetahuan. Namun, apabila dilihat lebih teliti, ternyata kata ilmu dan pengetahuan mempunyai arti tersendiri. Pengetahuan mempunyai makna yang sama dengan knowledge dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, antara pengetahuan dengan ilmu (science - Inggris) memiliki perbedaan makna utamanya pada penggunaannya. Menurut al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Cecep Sumarna bahwa, pengetahuan adalah hasil aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan di dalamnya. Pengetahuan merujuk kepada apa yang kita kenal, ketahui atau fahami atau dapatkan melaui pengalaman, penginderaan, penyuluhan, pelatihan, percobaan, belajar, refleksi, intuisi, dan lainnya. Dengan kata lain, pengetahuan adalah apa yang kita ketahui.
Pengetahuan berlangsung dalam dua bentuk dasar yang berbeda. Pertama, pengetahuan yang berfungsi untuk dinikmati dan memberikan rasa puas dalam hati manusia. Kedua, pengetahuan yang patut digunakan atau diterapkan dalam menjawab kebutuhan praktis. Dari dua bentuk dasar pengetahuan tersebut, kemudian melahirkan tiga macam pengetahuan, yakni pengetahuan tentang sains, filsafat dan mistik. Pengetahuan selalu memberi rasa puas dengan menangkap tanpa ragu terhadap sesuatu. Pengertian pengetahuan seperti itulah yang telah membedakannya dengan ilmu yang selalu menghendaki penjelasan lebih lanjut dari apa yang sekedar dituntut oleh pengetahuan. Muhammad Hatta memberikan pengertian yang berbeda antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Menuurut Hatta sebagaimana dikutip oleh M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu bahwa: ”pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan”, sedangkan ”yang didapat dengan jalan keterangan. Disebut ilmu”.
Ilmu (science - Yunani, ’Alima - Arab) secara etimologi berarti tahu atau pengetahuan. Tetapi secara terminologi ilmu atau science adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri dan syarat- syarat tertentu. Para ahli telah memberikan rumusan batasan ilmu pengetahuan dengan formulasi yang berbeda-beda, antara lain :
1.        Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag memberikan batasan defenisi ilmu. Menurutnya, ”ilmu adalah yang empiris, yang rasional, yang umum dan kumulatif (bertimbun-timbun) dan keempat-empatnya serentak.”
2.      Ashley Montagu: ”Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.”
3.      Dalam Ensiklopedi Indonesia sebagaimana dikutip Rasjidi dirumuskan bahwa: ”Ilmu Pengetahuan adalah suatu system dari berbagai pengetahuan, yang masing- masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu system dari Berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode- metode tertentu (induksi, deduksi).”
4.      Sutari Imam Barnadib: ”Ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek.”
5.      Amir Daien Indrakusuma: “Ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah.”

Ilmu adalah cabang pengetahuan dengan ciri-ciri tertentu. Ciri-cirinya adalah memiliki obyek, memiliki metode, memiliki sistematika, dapat diuji kebenarannya. Menurut Quraish Shihab, kata ilmu digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Dari segi bahasa, kata ilmu berasal dari bahasa Arab, ’ilm yang berarti kejelasan. Jadi ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Quraish Shihab lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu ada dua macam berdasarkan perspektif al- Quran. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, yang disebut ilmu ladunni. Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, yang disebut ilmu kisbi. Kata ilmu dengan berbagai bentuk dan derivasinya digunakan untuk menunjukkan proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan sekaligus. Sedangkan berdasarkan fungsinya, ilmu-ilmu itu dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yaitu:
a.  Ilmu untuk ibadah dalam arti khusus atau ritual,
b.  Ilmu untuk mengembangkan pribadi manusia mencapai ahsani taqwim,
c.  Ilmu untuk hidup berbudaya dengan sesama manusia,
d. Ilmu untuk memelihara, mengembangkan dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik.

Malik bin Nabi di dalam kitabnya, Intaj al-Mustasyriqin wa at- Saruhu Fi al-Fikriy al-Hadits sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab ”Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah tersebut”. Dalam hal ini, Malik bin Nabi tidak membedakan antara ilmu dengan pengetahuan., Lebih lanjut Malik bin Nabi mengatakan:
“Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas dalam bidang- bidang tersebut, tetapi bergantung pula pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang mempunyai pengaruh negatif dan positif sehingga dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorongnya lebih jauh. Ini menunjukkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan wujudnya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan itu.
Ilmu merupakan pengetahuan yang menelaah dunia empirik, cara perolehannya melalui observasi, penginderaan, pengkajian, atau percobaan yang sistematik, metodis, dan koheren. Objek ilmu pengetahuan adalah dunia empirik atau alam materi yang diserap melalui panca indera yang lugas maupun yang dibantu oleh teknologi modern. Ilmu adalah dasar untuk peradaban manusia, dan perkembangan ilmu diwadahi oleh perguruan tinggi. Kita mengembangkan ilmu secermat- cermatnya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam kehidupan manusia, dalam rangka pengabdian manusia (sebagai mahluk) kepada penciptanya.
Ilmu sangat erat kaitannya dengan kebenaran. Kita percaya bahwa kebenaran mutlak diwahyukan tuhan kepada manusia, sedangkan kebenaran yang dicapai itu sifatnya relatif, dan diantara kebenaran relatif ini dibagi dua, ialah filsafat yang bersifat ‘spekulatif’ dan ilmu atau sains yang bersifat ‘positif’.
Dalam sains (yang tidak melandaskan diri kepada tuhan), sebagai pemula keberadaan sains ditetapkan dalam empat asumsi dasar, yaitu:
1. Bahwa dunia ini ada
2. Kita bias mengetahui dunia
3. Kita mengetahui dunia melalui panca indera
4. Fenomena-fenomena terkait dengan kausal

Dalam upaya quest for knowledge manusia menggunakan segala akal budinya, ialah rasio dan rasa. Bila ilmu barat hanya menyandarkan pada akal atau rasionya saja, sedangkan ilmu timur menekankan pada kalbu dan hanya sedikit rasio. Akan tetapi kita menghendaki untuk menggunakan rasio dan rasa secara seimbang pada tempat dan takaran yang benar.
         Kemampuan rasio terletak pada membedakan (atau menyamakan) dan menggolongkan (berdasarkan kesamaan itu). Selain itu menyatakan secara kuantitatif atau kualitatif, menyatakan hubungan-hubungan dan mendeduksinya (atau menginduksinya). Semua kemampuan itu berdasarkan ketentuan atau patokan-patokan yang sangat terperinci.
Rasio tidak berdusta; dalam keadaan murni ia menyatakan secara tegas ya atau tidak. Kemampuan rasa terletak pada kreativitas, yang merupakan kegaiban, karena itu langsung berhubungan dengan tuhan. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala bidang, nalar, ilmu, etika dan estetika. Sebagai pemula, kemampuan ini disebut intuisi. Etika (love) dan estetika (beauty) seluruhnya terletak pada rasa, sehingga tiadanya rasa tak mungkin ada etika dan estetika. Rasa tidak berpatokan sebagaimana dipunyai oleh rasio. Patokan ini disebut inferensi. Rasa adalah media kontak manusia dengan tuhan. Rasa yang terjaga menjadikan manusia berderajad lebih tinggi dari malaikat, sedangkan rasa yang tidak terjaga dari godaan syeitan menjadikan manusia jatuh martabat menjadi lebih rendah dari binatang sekalipun.
Daya quest for knowledge (penguasaan ilmu) muslim melemah, ada hubungannya dengan melemahnya penggunaan akal dan nalar, sehubungan dengan pandangan teologis yang terlalu menonjolkan takdir, yang harus diupayakan adalah perenungan dalam melakukan nalar.
Istilah science atau ilmu dalam pengertiannya yang lengkap dan menyeluruh adalah serangkaian kegiatan manusia dengan pikirannya dan menggunakan berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai gejala-gejala alami, kemasyarakatan dan perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, dan memberikan penjelasan atau melakukan penerapan.
Ilmu pengetahuan itu timbul disebabkan oleh adanya kebutuhan- kebutuhan dan kemauan manusia untuk hidup bahagia dan sejahtera. Sehingga dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan hidupnya itu, maka manusia menggunakan akal pikirannya. Hasil dari pemikiran manusia itulah, kemudian melahirkan berbagai ilmu pengetahuan seperti: ilmu pertanian, perikanan, humaniora, kesehatan, ilmu hukum, ilmu bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya masih banyak rumusan tentang definisi ilmu yang dikemukakan oleh para ahli ilmu pengetahuan yang tidak dapat disebutkan semua. Tetapi kalau dicermati dari semua definisi atau batasan yang bermacam-macam itu dapat diketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang bercirikan sistematik, rasional, empiris dan bersifat kumulatif. Sementara syarat-syarat sesuatu dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan adalah harus mempunyai:
1. obyek formal sendiri;
2. metode penelitian;
3. sistematika uraian; dan
4. tujuan.

Berdasarkan berbagai definisi dan pembagian ilmu sebagaimana yang disebutkan di atas, maka secara garis besarnya objek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam materi dan nonmateri. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangannya kepada alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan sebagian mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di alam materi. Karena itu, objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antar budaya.
Sedangkan ilmuwan muslim menyatakan bahwa objek ilmu mencakup alam materi dan nonmateri. Karena itu, ilmuwan muslim khususnya kaum sufi memperkenalkan ilmu untuk menggambarkan hirarki keseluruhan realitas wujud yang mereka sebut lima kehadiran Ilahi, yaitu :
1. Alam materi
2. Alam kejiwaan
3. Alam ruh
4. Sifat-sifat ilahiyah, dan
5. Wujud zat ilahi

Cara memperoleh ilmu-ilmu tersebut ada dua macam sebagaimana yang dikemukakan oleh Quraish Shihab, yakni dengan ladunni dan dengan kasbi. Adapun sarana yang digunakan untuk memperoleh ilmu- ilmu tersebut adalah dengan melalui pendengaran, penglihatan (mata), akal dan hati. Sedangkan trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan dan tes-tes kemungkinan (probability) merupakan cara-cara yang digunakan ilmuwan untuk meraih pengetahuan.

2.5.   Pengertian Akal sebagai Pengetahuan
Mendapatkan pengetahuan, manusia menggunakan akal. Akal, ratio (Latin) akal (bahasa Arab ‘aqli) budi (Sanskerta) akal budi (persatuan Arab dan Sansekerta) Nous (Yunani) Rasion (Prancis) Reason (Inggris), adalah potensi rohaniah manusia sanggup mengerti mengenai teori realita kosmis.
Dalam epistemologi, juga didapatkan bahwa akal adalah sumber pengetahuan manusia, karena manusia itu pandai berpikir maka ia berpengetahuan dan sekalian pengetahuannya dibentuk oleh pikirannya. Tidaklah mudah membuat definisi akal sebagai sumber pengetahuan.
Penganut teori filsafat idealis menilai, bahwa pengetahuan akal melebihi pengetahuan pengalaman, sedangkan rasionalis kritis, mengatakan bahwa akal mengolah pengalaman sambil meresap pada obyek itu sendiri. Rasionalis berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Rasionalis tidak mengingkari pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sejenis perangsang bagi pikiran, para penganut rasionalis yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak pada ide manusia. Jika kebenaran mengandung makna ide yang sesuai dengan kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh lewat akal budi saja.
Sebagaimana seorang tokoh filsafat, Leibniz mengatakan, bahwa pengetahuan inderawi pada hakikatnya tak lain adalah pengetahuan budi, tetapi masih setengah tidur. Rupanya manusia masih menerima kesan dari panca indera, namun dalam proses penyadaran yang dilakukan secara filsafat. Nampaklah segala pengetahuan sudah tercakup dalam kehidupan batin kita, yang semula nampak seolah-olah datang dari luar (pengalaman, empiris). Pada hakikatnya dikembangkan oleh akal budi dengan menimba dari akar-akarnya sendiri.
Akal sebagai sumber pengetahuan dengan indera, saling berhubungan. Akal budi tidak dapat menyerap sesuatu dan panca indera tidak memikirkan sesuatu. Bila keduanya bergabung maka timbullah pengetahuan. Menyerap sesuatu tanpa dibarengi akal budi adalah kebutaan, dan pikiran tanpa isi sama dengan kehampaan. Akal dan indera saling mengisi dalam memperoleh pengetahuan, akal berperan sebagai pengolah apa yang telah diserap oleh indera.
Aktivitas akal sebagai sumber pengetahuan disebut berpikir, berpikir merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dimuka bumi ini. disini timbul masalah apakah berpikir itu? Secara umum maka setiap perkembangan ide dan konsep dan sebagainya disebut berpikir. Dimana seseorang berpikir sunguh-sungguh takkan membiarkan ide dan konsep yang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun ditujukan pada arah tertentu yaitu pengetahuan.
Plato mengatakan, bahwa manusia masuk dalam dua dunia yaitu dunia pengalaman dan dunia ide (fungsi akal sebagai sumber pengetahuan). Segala yang ada di dunia ide sifatnya satu dalam macamnya tetapi tak berubah. Ide itu merupakan suatu yang sungguh­-sungguh ada.
Dalam pandangan Islam, akal berbeda dengan otak, perbedaan tersebut terletak pada pemikiran. Akal berbeda dengan otak, akal merupakan suatu daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal berarti ikatan antara pikiran dan perasaan serta kemauan. Kalau ikatan itu tidak ada maka tidaklah ada akal itu.

2.6.  Sumber Pengetahuan Panca Indra
Berbicara panca indra, berarti berbicara tentang aspek jismiyah (fisik) manusia. Dalam Al Quran dijelaskan beberapa fungsi aspek jismiyah yang membantu cara kerja aspekpsikis lainnya, antara lain : kulit (al jild) sebagai alat peraba, hidung (al anf) sebagai alat penciuman, telinga (udhun) sebagai alat pendengaran, mata (al  ‘yun) sebagai alat penglihat, lidah (lisan) kedua bibir (al syafatain) dan mulut (al fam) sebagai alat pengucap yang berguna sebagai alat memperoleh dan menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan.
Menurut Fajrie Alatas, dalam pandangan islam, tubuh memiliki karakteristik yang fundamental bagi manusia. Tubuh adalah tempat bersemayamnya panca indra, sehingga dengannya manusia dapat melihat, meraba, mencium, mendengar dan merasa. Melalui perantara indrawilah, manusia dapat melihat dan membaca ayat-ayat dan tanda-tanda tertabur di alam semesta ini. Di sinilah letak keutamaan jasad dalam turunya ilmu, jasad adalah penerima pertama yang bersinggung langsung dengan data-data dan informasi yang tersebar di alam semesta ini. Pandangan ini mengisyaratkan peranan jasad  terutama panca indra sebagai sumber untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Islam memang memandang panca indra sebagai kenikmatan agung yang diberikan kepada manusia, mengingat posisinya sebagai sumber ilmu pengetahuan.  Sedangkan panca indra yang paling dominan berfungsi sebagai ilmu pengetahuan adalah indra pendengaran dan indra penglihatan, sebagaimana penjelasan dibawah ini:
Amman Abd Al-Mu’min Qahia menggunakan surat sajadah : 9 sebagai landasan bahwa panca indra merupakan sumber ilmu pengetahuan, kemudian Dia menyempurnakan dan meniup kedalam nya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur. Ayat ini menunjukan bahwa panca indra memiliki peranan besar dalam memperoleh ilmu pengetahuan, khususnya pendengaran dan penglihatan.
Rangkaian paragraf di atas menjadi argumen secara naqli dan aqli bahwa panca indra merupakan sumber ilmu pengetahuan, termasuk dalam ilmu pendidikan islam, hal yang patut digaris bawahi adalah panca indra sebagai sumber ilmu tidak bersifat independen. Melainkan harus melibatkan akal, sebagaimana dari surat Al Sajadah: 9, sinergi antara akal dengan panca indra sebagai sumber ilmu pengetahuan juga disetujui oleh Muhammad thalibib madlul yang menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dan memulyakannya dengan menjadikan akal dan panca indra bagi manusia. Masing masing panca indra memiliki peran penting dalam ilmu pengetahuan selanjutnya Muhammad thalib madlul sampai kepada kesimpulan Bahwa saluran saluran ilmu pengetahuan pada diri manusia adalah panca indra dan akal. Landasannya adalah surat An Nahl: 78. Menurut ahli tafsir dan ahli pendidikan islam. Ar Razi menafsirkan sebagai berikut: “sesungguhnya jiwa manusia pada permulaan penciptaan, kosong dari pengetahuan dan ilmu tentang Allah, kemudian Allah memberikan panca indra ini untuk meperoleh pengetahuan dan ilmu. Said Ismail ‘Aly menyatakan bahwa surat an-Nahl: 78 mengandung 3 pengertian: pertama,  kita dilahirkan kedunia ini tanpa memiliki ilmu sedikitpun. Kedua, Allah menjadikan akal dan panca indra untuk manusia sebagai saluran untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Ayat ini hanya menyebutkan bagian terpenting panca indra, yaitu pendengaran dan penglihatan. Ketiga, keberhasilan memperoleh ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan anugrah Allah di atas, seharusnya membuat seseorang bersyukur kepada Allah Swt. Setelah menjelaskan isi kandungan ayat di atas, Talib Madlul menyatakan bahwa manusia memiliki 2 alat (memperoleh) ilmu pengetahuaan. Pertama, alat yang bersifat zahir yaitu panca indra. Kedua, alat yang bersifat batin, yaitu akal dan hati. Dengan demikian, dalam merumuskan ilmu pendidikan islam, seseorang dituntut untuk melibatkan panca indra, akal dan hati secara integratif, sehingga bobot kebenaran lebih tinggi, objeknya lebih luas dan hasilnya lebih dapat diterima dalam pendidikan islam. Al Kudry menambahkan bahwa dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan, panca indra tidak ada harganya jika tidak disertai dengan penalaran akal, karena penggunaan panca indra saja termasuk pekerjaan binatang, bukan manusia, sebagaimana dalam surat al a’raf: 159. Salah satu contoh kerja sama antara panca indra dan akal sebagai sumber ilmu pengetahuan dapat dilihat pada metode observasi. Al quran mengajak akal manusia untuk mengetahui dan memahami nilai dan kekuatan hakiki dunia material, pertama-tama, melalui penelitian dan observasi terhadap fenomena alam semesta dan melakukuan refleksi yang mendalam mengenai rahasia dan keajaibannya.






0 komentar:

Posting Komentar