BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Islam
Ilmu pendidikan islam
adalah teori, konsep atau pengetahuan tentang pendidikan yang berdasarkan
islam. Rumusan mengenai teori , konsep atau pengetahuan tentang pendidikan bisa diambil dari sumber pokok ajaran islam(Qur’an
dan Hadis), praktik pendidikan yang dilakukan oleh umat islam sepanjang
sejarah, dan atau bisa juga diambil dari hasil pemikiran manusia yang bersifat
mengembangkan makna dari sumber pokok ajaran islam,serta temuan dari fakta
pengalaman empirik dunia pendidikan, kemudian dijadikan sebagai pedoman
normative untuk melaksanakan proses pendidikan islam.[1]
read more...
read more...
Menurut
Prof. Dr. Jalaludin bahwa Pendidikan Islam merupakan usaha untuk membimbing dan
mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi yang
setia kepada Allah. Berdasarkan pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa
Islam menekankan pendidikan kepada tujuan utamanya yaitu pengabdiam kepada
Allah secara Optimal. Dengan berbekal ketaan itu diharapkan manusia itu dapat
menempatkan garis kehidupannya sejalan dengan pedoman yang telah ditentukan
sang pencipta.
Dalam
konsep Islam yang termuat dalam GBPP Pendidikan Agama di sekolah umum
dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah uasaha sadar untuk menyiapkan
siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui
bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati
agama lain.
Menurut hakikatnya Tujuan
Pendidikan Agama Islam di rumuskan dari
nilai-nilai filosofis yang kerangka dasarnya termuat dalam Filsafat Pendidikan
Islam. Seperti halnya dasar pendidikannya
maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Hal
ini sempat menimbulkan pandangan yang konvensional dari pada ahli didik
terhadap pendidikan Islam, seakan mereka kurang dapat mkenerima penjelasan yang
diterima. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang tujuan Pendidikan Agama
Islam sebenarnya
1). Menurut Zakiah
Darajat
Tujuan
Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Allah swt. Pendapat ini berdasarkan firman Allah swt dalam QS. Ali Imran
ayat 102.
Tujuan
Pendidikan Agama Islam adalah terutama adalah ibadah dan bertaqarrub kepada
Allah dan kesempurnaan insani yang tujuannya untuk kebahagiaan dunia dan
akhirat.
C. Arah
Pendidikan Islam
Secara Terminologis, tujuan
adalah arah, haluan, jurusan, maksud. Atau tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Atau menurut
Zakiah Darajat, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu
usaha atau kegiatan selesai.Karena itu tujuan pendidikan Islam adalah sasaran
yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan
pendidikan Islam.
Pendidikan Islam diarahkan untuk
membentuk pribadi-pribadi muslim yang sempurna. Sebagaimana diturunkannya Rasulullah
saw sebagai sebaik-baiknya manusia, maka tujuan pendidikan Islam harus
mampu membentuk individu-individu muslim yang paham hakikat eksistensinya di
dunia ini serta tidak melupakan hari akhir dimana dirinya akan kembali. Sejak
dahulu, pendidikan Islam selalu menjadikan keberhasilan indvidu dan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan yang
terpenting. Imam al-Ghazali menekankan bahwa pendidikan harus diarahkan
kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada
perolehan keutamaan taqarrub kepada Allah, dan bukan untuk mencari kedudukan
yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sedangkan Ibn Khaldun melihat
pendidikan sebagai usaha transformatif potensialitas (attaqah
al-quswa) manusia yang bertujuan mengoptimalkan pertumbuhkan dan
perkembangannya. Namun beliau juga memandang pentingnya pendidikan
diletakkan sebagai bagian integral dari peradaban (al-umran) karena peradaban
sendiri adalah isi pendidikan. Ulama-ulama Islam generasi terdahulu telah
sepakat, bahwa pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mengenal
Allah swt dan mengetahui hukum-hukum Allah swt yang telah
disyariatkan atasnya.[2]
Secara umum pendidikan dan pengajaran dalam
Islam ialah menjadikan manusia-seluruh manusia- sebagai abdi atau hamba Allah
SWT. Tujuan ini menumbuhkan tujuan-tujuan khusus. Mengingat bahwa Islam adalah
risalah samawi yang diturunkan kepada seluruh manusia, maka sudah seharusnya
bila sasaran tujuan umum pendidikan Islam adalah seluruh manusia pula.[3]
Dalam konteks Al-Qur’an dengan
jelas disebutkan bahwa tindakan apapun yang dikerjakan oleh manusia haruslah
dikaitkan dengan Allah, sesuai dengan firman-Nya:
Katakanlah:
Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.(QS 6:162).[4]
Ayat diatas menjelaskan kepada kita
bahwa tujuan pendidikan islam adalah
untuk mencapai tujuan hidup muslim , yakni menumbuhkan kesadaran sebagai makhuk
Allah swt. agar mereka tumbuh dan
berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-nya.
Muhammad Athiyah
Al-Brasyi dalam kajiannya tentang pendidikan islam telah menyimpulkan lima
tujuan umum pendidikan islam, yaitu:[5]
1.
Untuk
membentuk akhlak yang mulia. Kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang sepakat
bahwa pendidikan akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
2.
Persiapan
untuk dunia dan akhirat. Pendidikan islam bukan hanya menitikberatkan pada
keagamaan dan kedunia saja, tetapi pada kedua-duanya.
3.
Persiapan
untuk mencari rizeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau lebih terkenal
sekarang ini dengan tujuan-tujuan vokasional dan professional.
4.
Menumbuhkan
semangat ilmiah pada para pelajar, dan memuaskan rasa ingin tahu, serta
memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
5.
Menyiapkan
pelajar dari segi profesi, teknik, dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu dan
keterampilan pekerjaan tertentu, agar dapat mencari rezeki dalam hidup, di
samping memelihara segi keruhanian dan keagamaan.[6]
Abdur
Rahman An –Nahlawi menyebutkan empat tujuan umum pendidikan dalam islam, yaitu:
1.
Pendidikan
akal dan persiapan fitrah .
2.
Menumbuhkan
potensi dan bakat asal atau fitrah pada
anak-anak.
3.
Menaruh
perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan
mendidik mereka sebaik-baiknya.
4.
Berusaha
untuk menyeimbangkan segala potensi dan bakat manusia.[7]
Al
Buthi menyebutken tujuan pendidikan islam sebagai berikut:
1.
Mencapai
keridhaan Allah, menjauhkan murka dan siksa-Nya, dan melaksanakan pengabdian yang tulus ikhlas
kepada-Nya. Tujuan ini dianggap induk dari segala tujuan pendidikan Islam.
2.
Membina
akhlak masyarakat berdasarkan agama yang
diturunkan untuk membimbing masyarakat kearah yang diridhai-Nya.
3.
Memupuk
rasa cinta pada tanah air pada diri manusia berdasarkan agama yang di turunkan
kepadanya.
4.
Mewujudkan
ketentraman dalam jiwa dan akidah yang dalam, penyerahan, dan kepatuhan yang
ikhlas kepada Allah.
5.
Memelihara
kesusastraan Arab sebagai bahasa Al-Qur’an dan sebagai wadah kebudayaan dan
unsure-unsur kebudayaan islam yang paling menonjol, dan menyadarkan masyarakat
kepada islam yang sebenarnya, serta menunjukkan hakikat agama atas keberhasilan
dan kecemerlangannya.
6.
Meneguhkan
perpaduan tanah air dan menyatukan barisan melalui usaha menghilangkan
perselisihan, bergabung dan bekerjasama dalam Al-Qu’an dan As-Sunnah.[8]
Dari
beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan akhir
pendidikan islam adalah mendekatkan diri kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya untuk mencapai keutamaan-Nya.[9]
Dan untuk mengetahui dengan jelas berbagai tujuan dari pendidikan, kita dapat
meneliti dan mengkaji aspek-aspek dan nilai yang terdapat dalam ibadah.
D. Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Dasar
Pendidikan
agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan pesrta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam,
dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa.
Menurut
Zakiyah Daradjat (Majid, Abdul, 2005:130) pendidikan agama Islam adalah suatu
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya
dspst mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Mata
peljaran pendidiklan agama Islam itu secara keseluruhannya dalam lingkup
Al-Qur’an dan al-hadis, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan sejarah, sekaligus
menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup perwujudan
keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT,
dirisendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.
.
E. Dasar-dasar
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan
pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut
menurut Zuhairini, dkk (Majid,Abdul, 2005:132) dapat ditinjau dari berbagai
segi, yaitu:
A. Dasar
Yuridis/Hukum
Dasar
pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang secara tidak
langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah
secara formal. Dasara yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:
1) Dasar ideal yaitu pancasila sila pertama
2) Dasar structural/konstitusional yaitu UUD 1945
3) Dasar operasional yaitu Tap MPR
B. Segi Religius
Dasar
religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut jaran Islam
pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah
kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menunjukan perintah tersebut,
antara lain :
1) Q.S. Al-Nahl:
125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ
سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
2) Al-hadis:
“Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanya hanya sedikit”.
C. Aspek
Psikologis
Psikologis
yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal
ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak
tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Sebagaimana
dikemukakan oleh Zuhairini dkk (Majid, Abdul, 2005:133) bahwa semua manusia di
dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka
merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat yang
Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya.
Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitive maupun masyarakat
yang sudah modern. Mereka mersa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat
mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa.
F. Perbandingan Pendidikan Islam antara SD dan MI
1.
Materi Pembelajaran
a). Madrasah
Isi atau materi pelajaran agama di madrasah ibtidaiyah sangat
menonjol karena madrasah adalah lembaga pendidikan yang bercirikan atau khas
dengan Islam. Dalam pengembangannya yang panjang eksistensinya, madrasah banyak
melahirkan hal positif dan negative, sesuai dengan pasang surut kualitas para
pengelola yang terkait didalamnya.
Dalam kaitannya dengan madrasah, perangkat pokok untuk
pencapaian tujuan pendidikan Agama Islam adalah materi, karena madrasah adalah
sekolah yang banyak mengambil peran soal agama, maka isi materinya pun banyak
tentang agama, dalam hal ini dapat dicontohkan pada mata pelajaran fiqih, dalam
fiqih mengandung banyak hal yang bisa dibahas dan dikembangkan, dimadrasah
pelajaran fiqih dibahas secara mendalam dan dipelajari dengan teori dan
prakteknya sekaligus, seperti yang digambarkan dalam deskripsi atau kerangka
silabus, bahwa dimadrasah itu dipelajarai fiqih secara mendalam, teorinya
dijelaskan dengan mendalam dan dimaksud kan pula semua siswa dapat
mempraktekkanya dalam kehidupan.
Di madrasah pelajaran yang menyangkut keagamaan itu
terpisah-pisah sehingga siawa dapat mempelajari setiap materi tentang
keagamaannya, misalnya pelajaran fiqih, akhlah, aqidah, dan bahasa arab. Dalam
fiqih dibahas secara mendalam mengenai shadaqah dan infak, dimateri ini siswa
harus memahai secara teori dan praktek agar siswa bisa lebih mendalami dan
mendapatkan manfaat dari materi yang dipelajari, contohnya setelah siawa
memahami arti shadaqah dan infak, maka siswa diharapkan bisa membiasakan untuk
bershadaqah.
Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan pencapaian pendidikan Agama
Islam adalah dengan mempelajari materi pelajaran yang berbeda-beda dan
terpisah-pisah antara fiqih dan materi lain diharapkan siswa benar-benar
mendapatkan banyak ilmu khususnya soal agama, agar tujuan Pendidikan Agama
Islam itu sendiri dapat berjalan dengan baik, yaitu menjadikan siswa beriman
dan bertaqwa kepada Allah Swt yang kemudian menjadikan siswa itu bisa menjadi
insane kamil.
b). SD (
Sekolah Dasar )
Isi materi pendidikan Agama Islam pada sekolah dasar tetap
membahas lingkup fiqih tetapi sedikit berbeda dengan madrasah, bila pelajaran
fiqih dimadrasah itu dibahas secara mendalam tapi tidak halnya dengan SD bahwa
mata pelajaran fiqih dipelajari secara garis besarnya saja, dalam deskripsi
telah dipaparkan apasaja materi fiqih yang akan dipelajari selama 1 semester,
disana telah di sebutkan bahwa pelajaran fiqih membahas tentang azan dan
iqamah, dimata pelajaran ini siswa diharapkan bisa melafalkan dan
mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebelum shalat siswa
diharapkan bisa melafalkan azan dan iqamah.Tetapi melihat bahwa materi
pelajaran yang tidak sama antara sekolah dasar dan madrasah dapat membedakan
pula hasil belajarnya, pada madrasah tiap mata pelajaran yang menyangkut soal
agama itu ter pisah – pisah sedangkan kalau disekolah itu tidak. Dari sini lah
dapat dikaitkan kembali dengan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam di
sekolah dasar adalah secara nyata real dan sebenarnya, tujuan tersebut adalah
menjadikan peserta didik agar memilki kemantapan akidah dan kedalaman
spiritual, keunggulan akhlak dan wawasan keagamaan. Namun pada kenyataannya
dilihat dari materi pelajaran disekolahuntuk mencapai tujuan tersebut agaknya
sedikit susah karena materi tidak dibahas secara mendalam melainkan hanya
secara garis besarnya saja.
2.
Alokasi Waktu
Alokasi waktu di setiap pelajaran itu pasti ada dan antara
madrasah dan SD pun berbeda mengenai alokasi waktu dalam mempelajari setiap
materi PAI dimadrasah atau disekolah sehingga keduanya pun bisa mempunyai
perbedaan pencapaian tujuan PAI dengan materi dan alokasi waktu yang berbeda,
berikut ini uraian nya dari masing-masing sekolah mengenai alokasi waktu
pelajaran materi PAI di masing-masing sekolah baik MI dan SD.
a). Madrasah
Di madrasah alokasi waktu di setiap materi sangat berbeda karena
materi pelajaran agama yang sangat banyak maka memerlukan waktu yang sangat
banyak pula. Jika dilihat begitu banyak waktu pelajaran PAI di madrasah karena
banyaknya materi yang akan dibahas. Mata pelajaran fiqih mempunyai kajian
sendiri dengan materi lain,begitu pula dengan materi lainnya sehingga semakin
banyak materi yang akan dibaha, semakin banyak pula waktu yang akan digunakan.
Alokasi waktu yang digunakan di madrasah untuk 1 materi pembahasan tentang
kajian fiqih misalnya, itu berkisar 45 menit.dan begitu pula dengan pelajaran
pada materi lain.
b). SD ( Sekolah Dasar )
Alokasi waktu setiap materi PAI sangat berbeda dengn madrasah
bila di madrasah 1 minggunya bisa mencapai lebih dari 6jam untuk meteri agama
saja termasuk pelajaran fikih dan lain-lain, sedangkan alokasi waktu di sekolah
hanya 2 – 3 jam saja setiap 1 minggu, dengan demikian terjadilah perbedaan
antara sekolah dasar dan madrasah, sehingga pencapaian tujuan pendidikan di sekolah
dasar belum terelisasikan dengan baik.
G. Fungsi
Pendidikan Islam di Sekolah Dasar
Kurikulum
pendidikan Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai:
a. Pengembangan yaitu
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yanjg tel;ah
ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b. Penanaman nilai sebagai
pedoman hidupm untuk mencari kebahgiaan hidup di dunia dan di akhirat
c. Penyusuaian mental yaitu
untuk menyusuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan social
dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan yaitu untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan
peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan
sehari-hari
e. Pencegahan yaitu untuk
menangkal hal-hal negative dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat
membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia
seutuhnya
f. Pengajaran tentang ilmu
pengetahuan keagamaan secara umum, system dan fungsional.
g. Penyaluran yaitu untuk
menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar
bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan
untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
H.
Nilai Edukasi dari Ibadah
Adapun
nilai pendidikan islam dapat dipelajari dari macam-macam ibadah yaitu mencukup
semua ibadah pada umumnya, tetapi kami khususkan terhadap rukun Islam yang
kelima, yaitu: shalat, puasa, zakat, dan haji.
1.
Nilai-Nilai Edukasi dari Shalat
Nilai
pendidikan ibadah bagi anak akan membiasakannya melaksanakan kewajiban.
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam shalat diantaranya:
a.
Shalat diawali dengan bersuci
Hal ini tentunya mendidik kita agar senantiasa menjaga kesucian fitrah kita
sebagai manusia dan mengingatkan kita bahwa Allah adalah dzat yang Maha Suci
yang hanya menerima hamba-Nya yang suci untuk menghadap kepada-Nya.
b.
Shalat mendidik untuk berlaku jujur
Dalam shalat, apabila ia buang angin yang tidak tertahankan pada saat shalat,
tentunya seseorang akan berhenti dari shalatnya dan mengulang lagi
shalat-nya, karena kita semua tahu, buang angin pada saat shalat adalah hal
yang membatalkan shalat. Berlaku jujur pada diri sendiri. Tentunya, berlaku
jujur tidak hanya pada saat shalat, tetapi yang perlu menjadi perhatian
adalah mewujudkan perilaku jujur pada saat setelah shalat. Berlaku jujur dalam
setiap perilaku, dalam setiap keadaan, baik dalam berbicara, dalam
berdagang, dan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
c.
Shalat diakhiri salam ke kanan dan ke kiri
Ucapan
salam mengandung do’a. Dan pada saat kita mengakhiri shalat, kita
mendo’akan mereka yang ada di kanan dan kiri kita.
d. Wujud terhadap nilai
keikhlasan kepada Allah swt
Keikhlasan
kepada Allah, tidak hanya tertanam dalam qolbu seseorang, yang lebih penting
lagi adalah mewujudkannya dengan melakukan shalat. Ikhlas mengajarkan kepada
kita untuk mencapai kesuksesan hakiki, kesuksesan yang abadi, dan
kesuksesan dalam pandangan Allah swt.
2.
Nilai-Nilai Edukasi dari Puasa
Nilai-nilai
edukasi puasa yang berbasis ajaran Islam yang selanjutnya panduan hidup dan
akan berimplikasi besar terhadap perbaikan moral pribadi, bangsa, kelangsungan
hidup dan krhidupan manusia.
a.
Nilai pemeliharaan jiwa Tauhid yang ada di dalam diri setiap orang
Melalui
ibadah puasa pada bulan ramadhan, Allah melakukan penyadaran total kepada
setiap hamba-Nya. Dalam salah satu ayat al-Qur’an kita telah diberitahu bahwa
dalam diri kita ada unsur fitrah, yang dengannya kita perlu menyadari
bahwa diri kita diciptakan oleh Allah, berada dalam genggaman kekuasaan Allah,
dan pada saatnya akan kembali jua kepada-Nya.
Fitrah
yang ada di dalam setiap individu merupakan factor dasar dan dominan dimana seseorang
yakin bahwa ada Yang Maha Menguasai alam, yaitu Allah SWT. Unsur utama yang
terkandung dalam fitrah itulah yang kita sebut iman. “Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus (QS. Ar-Rum;30).
Atas
dasar iman kepada Allah, seseorang akan selalu dan terus termotivasi untuk
melakukan perubahan yang bernilai kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah semua
pikiran, perbuatan yang baik menurut Allah SWT dan baik pula bagi pelakunya.
b. Nilai ketaqwaan
kepada Allah swt
Taqwa
adalah tujuan utama puasa. Taqwa harus menjadi pakaian kita dalam menjalani
kehidupan duniawi ini. Puasa wajib ramadhan merupakan upaya Allah swt mendidik
hamba-Nya untuk memasuki fase kehidupan yang tidak bergantung kepada materi,
melainkan kepada-Nya semata.
c. Nilai imsak
Nilai
imsak ini mendidik manusia untuk melatih kesabaran untuk menahan diri selama
berpuasa. Sebagaimana firman Allah swt: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az-Zumar:10).
e.
Nilai ihtisaban (intropeksi diri)
Sabda
Nabi saw: “Barangsiapa berpuasa penuh keimanan dan intropeksi diri, maka
diampuni segala dosa yang telah lalu.” (HR. Bukhari Muslim).
Nilai
ihtisaban ini mendidik manusia untuk adanya kemauan dan kemampuan untuk melihat
dan mengetahui kekurangan diri sendiri akan melahirkan sikap rendah hati
(tawadhu’) dan jujur (shiddiq) sekaligus menjauhi sikap yang angkuh dan
khianat.
f.
Nilai qiyam al-layl (shalat tarawih)
Setiap
malam ramadhan umat Islam disunnahkan untuk beramai-ramai mendatangi tempat
ibadah untuk melaksanakan shalat tarawih.
Melalui
shalat tarawih, manusia di didik dalam suasana kekeluargaan, rasa persaudaraan
serta rasa kesetaraan di hadapan Allah swt. Setiap orang Islam bergegas untuk
mendatangi tempat Ibadah kemudian saling menyapa satu sama lain dengan penuh
senyum rasa hormat antar sesama Muslim.
3.
Nilai-Nilai Edukasi dari Zakat
Adapun
nilai-nilai edukasi dari ibadah shalat adalah:
a.
Nilai takwa
Seseorang
itu mensikapi akan perintah Allah untuk mengeluarkan zakat, karena harta yang
dicintai harus dikeluarkan sebagian. Dengan dikeluarkan zakat, seseorang di
didik dapat lebih senantiasa bertakwa kepada Allah swt.
b.
Nilai ukhuwah
Perasaan
persaudaraan yang benar melahirkan perasaan yang mulia didalam jiwa muslim
untuk membentuk sikap-sikap sosial yang positif, seperti tolong-menolong,
mengutamakan orang lain, kasih sayang dan pemberian maaf serta menjauhi
sifat-sifat negatif.
c.
Nilai solidaritas sosial
Bahwa
dalam masyarakat manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian
tetapi saling membutuhkan dengan jalan itu diharapkan saling membantu, sehingga
ada keseimbangan dalam masyarakat. Dalam konteks solidaritas sosial ini zakat
sebagai kunci untuk berbicara bahwasanya kalau sikaya bisa berkembang mengapa
simiskin tidak bisa berkembang, maka dengan ditanamkan nilai solidaritas
sosial, sikaya merasa senasib sepenanggungan dengan simiskin yang dalam hal ini
diimplementasikan dengan mengeluarkan zakat, karena itulah bentuk rasa
solidaritas yang harus ditunjukan oleh kaum muslim. Dengan demikian maka akan
tercipta solidaritas yang tinggi dalam masyarakat.
d.
Nilai keadilan
Pada
dasarnya manusia adalah sama dihadapan Allah yang membedakan hanyalah derajat
ketakwaan seseorang, oleh karena itu tidak ada perbedaan antara sikaya dan
simiskin. Maksudnya adalah bagaimana seorang paham akan kebersamaan, sehingga
memberikan kesempatan bagi simiskin untuk bisa bangkit dengan cara memberikan
bantuan (zakat/modal) sebagai modal usahanya, walaupun kenyataannya perbedaan
simiskin dan kaya dalam hal harta itu tidak bisa dihilangkan.
4.
Nilai-Nilai Edukasi dari Haji
Dalam
melaksanakan ibadah haji, terkandung banyak nilai - nilai pendidikan
didalamnya. Bila kita
melihatnya dari sisi pelaksanaan haji itu sendiri, maka kita dapat menangkap
nilai pendidikan dari istilah - istilah penting dalam haji, diantaranya:
Pertama, ibadah haji
dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian
ihram. Tak dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya berfungsi sebagai
pembeda antara seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat mengantar kepada perbedaan
status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh
psikologis pada pemakainya. Itulah makanya, di Miqat, tempat di mana ritual
ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan tersebut harus ditanggalkan. Semua
harus memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis dari pakaian
harus ditanggalkan, hingga semua merasa berada dalam satu kesatuan dan
persamaan. Dengan mengenakan dua helai pakaian berwarna putih – putih,
sebagaimana yang akan membalut tubuhnya ketika ia mengakhiri perjalanan hidup
di dunia ini. Seseorang yang melaksanakan ibadah haji akan dipengaruhi jiwanya
oleh pakaian ini, ia juga seharusnya juga merasakan kelemahan dan merasakan
keterbatasannya serta pertanggung jawaban yang akan ditunaikannya kelak di
hadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang di sisi-Nya tiada perbedaan antara
seseorang dengan yang lain, kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.
Kedua, dengan
dikenakannya pakaian ihram, maka sejumlah larangan harus diindahkan oleh pelaku
ibadah haji. Misalnya, larangan menyakiti binatang, membunuh, menumpahkan
darah, dan mencabut pepohonan. Mengapa? Karena manusia berfungsi memelihara
makhluk-makhluk Tuhan dan memberinya kesempatan seluas mungkin mencapai tujuan
penciptaannya. Tidak diperbolehkan juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu
atau kawin, dan berhias supaya setiap peserta haji menyadari bahwa manusia
bukan hanya materi semata-mata, pun bukan pula birahi. Hiasan yang dinilai
Tuhan adalah hiasan rohani. Dilarang pula menggunting rambut, kuku, supaya
masing-masing menyadari jati dirinya dan menghadap pada Tuhan sebagaimana apa
adanya.
Ketiga, Ka’bah yang
dikunjungi mengandung pelajaran amat berharga dari segi kemanusiaan. Di sana,
misalnya, ada Hijr Ismail yang arti harfiahnya adalah pangkuan Ismail. Di
sanalah Ismail a.s. putra Ibrahim a.s., pembangun Ka’bah ini pernah berada
dalam pangkuan Ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam yang miskin dan
bahkan budak, yang konon kuburannya pun di tempat itu. Namun demikian, budak
wanita ini ditempatkan Tuhan di sana dan peninggalannya diabadikan untuk
menjadi pelajaran bahwa Allah SWT memberi kedudukan untuk seseorang bukan
karena keturunan atau status sosialnya, tapi karena kedekatannya kepadaNya dan
usahanya untuk berhijrah dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan
menuju peradaban.
Keempat, kalau tawaf menggambarkan larut dan meleburnya manusia
dalam hadirat Ilahi, atau dalam istilah kaum sufi al-fana’ fi-Allah,
maka sai’ menggambarkan usaha manusia mencari hidup. Thawaf dan sa’i
melambangkan bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan dan
keterpaduan. Dengan tawaf, disadarilah tujuan hidup manusia. Sedangkan
ditunaikannya sa’i menggambarkan tugas manusia sebagai “upaya semaksimal
mungkin.” Hasil usaha pasti akan diperoleh baik melalui usahanya maupun melalui
anugerah Allah.
Kelima, wukuf di Arafah. Di padang yang luas lagi gersang itu
seluruh jamaah wuquf (berhenti) sampai terbenamnya matahari. Di sanalah
manusia seharusnya menemukan makrifat pengetahuan sejati tentang jati dirinya,
akhir perjalanan hidupnya. Di sana pula ia mesti menyadari langkah-langkahnya
selama ini, sebagaimana ia menyadari pula betapa besar dan agung Tuhan yang
kepadaNya bersimpuh seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan dalam ritual
thawaf di padang tersebut.
Kesadaran-kesadaran itulah yang mengantarkannya di padang Arafah untuk
menjadi ‘arif atau sadar dan mengetahui. Ia tak akan mengintip-ngintip
kelemahan atau mencari-cari kesalahan orang, ia tidak akan cepat tersinggung
walau melihat yang mungkar sekalipun karena jiwanya selalu diliputi rahmat dan
kasih sayang.
Salah satu bukti yang jelas tentang keterkaitan ibadah haji dengan
nilai-nilai pendidikan bagi manusia adalah isi khutbah Nabi Muhammad SAW pada
haji wada’ (haji perpisahan) yang intinya menekankan: persamaan; keharusan
memelihara jiwa, harta dan kehormatan orang lain; dan larangan melakukan
penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun
fisik.
MAKALAH ILMU PENDIDIKAN KELOMPOK 9