Senin, 10 Juni 2013

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN KELOMPOK 9




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam
Ilmu pendidikan islam adalah teori, konsep atau pengetahuan tentang pendidikan yang berdasarkan islam. Rumusan mengenai teori , konsep atau pengetahuan tentang pendidikan  bisa diambil dari sumber pokok ajaran islam(Qur’an dan Hadis), praktik pendidikan yang dilakukan oleh umat islam sepanjang sejarah, dan atau bisa juga diambil dari hasil pemikiran manusia yang bersifat mengembangkan makna dari sumber pokok ajaran islam,serta temuan dari fakta pengalaman empirik dunia pendidikan, kemudian dijadikan sebagai pedoman normative untuk melaksanakan proses pendidikan islam.[1]
read more...

Menurut Prof. Dr. Jalaludin bahwa Pendidikan Islam merupakan usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi yang setia kepada Allah. Berdasarkan pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam menekankan pendidikan kepada tujuan utamanya yaitu pengabdiam kepada Allah secara Optimal. Dengan berbekal ketaan itu diharapkan manusia itu dapat menempatkan garis kehidupannya sejalan dengan pedoman yang telah ditentukan sang pencipta.
Dalam konsep Islam yang termuat dalam GBPP Pendidikan Agama di sekolah umum dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah uasaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain.
Menurut hakikatnya Tujuan Pendidikan Agama Islam di rumuskan dari nilai-nilai filosofis yang kerangka dasarnya termuat dalam Filsafat Pendidikan Islam. Seperti halnya dasar pendidikannya maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Hal ini sempat menimbulkan pandangan yang konvensional dari pada ahli didik terhadap pendidikan Islam, seakan mereka kurang dapat mkenerima penjelasan yang diterima. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang tujuan Pendidikan Agama Islam sebenarnya
1). Menurut Zakiah Darajat
Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Pendapat ini berdasarkan firman Allah swt dalam QS. Ali Imran ayat 102.
2). Menurut Imam Al-Ghazali
Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah terutama adalah ibadah dan bertaqarrub kepada Allah dan kesempurnaan insani yang tujuannya untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

C. Arah Pendidikan Islam
Secara Terminologis, tujuan adalah arah, haluan, jurusan, maksud. Atau tujuan  adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Atau menurut Zakiah Darajat, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.Karena itu tujuan pendidikan Islam adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.
Pendidikan Islam  diarahkan untuk membentuk pribadi-pribadi muslim yang sempurna. Sebagaimana diturunkannya Rasulullah saw  sebagai sebaik-baiknya manusia, maka tujuan pendidikan Islam harus mampu membentuk individu-individu muslim yang paham hakikat eksistensinya di dunia ini serta tidak melupakan hari akhir dimana dirinya akan kembali. Sejak dahulu, pendidikan Islam selalu menjadikan keberhasilan indvidu dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan yang terpenting.  Imam al-Ghazali menekankan bahwa pendidikan harus diarahkan kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan taqarrub kepada Allah, dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sedangkan Ibn Khaldun melihat pendidikan sebagai  usaha transformatif  potensialitas (attaqah al-quswa) manusia yang bertujuan mengoptimalkan pertumbuhkan dan perkembangannya. Namun beliau juga  memandang pentingnya pendidikan diletakkan sebagai bagian integral dari peradaban (al-umran) karena peradaban sendiri adalah isi pendidikan. Ulama-ulama Islam generasi terdahulu telah sepakat, bahwa pendidikan merupakan sarana bagi manusia  untuk mengenal Allah swt dan  mengetahui hukum-hukum Allah swt  yang telah disyariatkan  atasnya.[2]
Secara umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam ialah menjadikan manusia-seluruh manusia- sebagai abdi atau hamba Allah SWT. Tujuan ini menumbuhkan tujuan-tujuan khusus. Mengingat bahwa Islam adalah risalah samawi yang diturunkan kepada seluruh manusia, maka sudah seharusnya bila sasaran tujuan umum pendidikan Islam adalah seluruh manusia pula.[3]
Dalam konteks Al-Qur’an dengan jelas disebutkan bahwa tindakan apapun yang dikerjakan oleh manusia haruslah dikaitkan dengan Allah, sesuai dengan firman-Nya:
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(QS 6:162).[4]
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa tujuan  pendidikan islam adalah untuk mencapai tujuan hidup muslim , yakni menumbuhkan kesadaran sebagai makhuk Allah swt.  agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-nya.
Muhammad Athiyah Al-Brasyi dalam kajiannya tentang pendidikan islam telah menyimpulkan lima tujuan umum pendidikan islam, yaitu:[5]
1.        Untuk membentuk akhlak yang mulia. Kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang sepakat bahwa pendidikan akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
2.        Persiapan untuk dunia dan akhirat. Pendidikan islam bukan hanya menitikberatkan pada keagamaan dan kedunia saja, tetapi pada kedua-duanya.
3.        Persiapan untuk mencari rizeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau lebih terkenal sekarang ini dengan tujuan-tujuan vokasional dan professional.
4.        Menumbuhkan semangat ilmiah pada para pelajar, dan memuaskan rasa ingin tahu, serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
5.        Menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik, dan pertukangan  supaya dapat menguasai profesi tertentu dan keterampilan pekerjaan tertentu, agar dapat mencari rezeki dalam hidup, di samping memelihara segi keruhanian dan keagamaan.[6]

Abdur Rahman An –Nahlawi menyebutkan empat tujuan umum pendidikan dalam islam, yaitu:
1.        Pendidikan akal dan persiapan fitrah .
2.        Menumbuhkan potensi dan bakat  asal atau fitrah pada anak-anak.
3.        Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan  
       mendidik mereka sebaik-baiknya.
4.        Berusaha untuk menyeimbangkan segala potensi dan bakat manusia.[7]

Al Buthi menyebutken tujuan pendidikan islam sebagai berikut:
1.        Mencapai keridhaan Allah, menjauhkan murka dan siksa-Nya, dan  melaksanakan pengabdian yang tulus ikhlas kepada-Nya. Tujuan ini dianggap induk dari segala tujuan pendidikan Islam.
2.        Membina akhlak masyarakat berdasarkan  agama yang diturunkan untuk membimbing masyarakat kearah yang diridhai-Nya.
3.        Memupuk rasa cinta pada tanah air pada diri manusia berdasarkan agama yang di turunkan kepadanya.
4.        Mewujudkan ketentraman dalam jiwa dan akidah yang dalam, penyerahan, dan kepatuhan yang ikhlas kepada Allah.
5.        Memelihara kesusastraan Arab sebagai bahasa Al-Qur’an dan sebagai wadah kebudayaan dan unsure-unsur kebudayaan islam yang paling menonjol, dan menyadarkan masyarakat kepada islam yang sebenarnya, serta menunjukkan hakikat agama atas keberhasilan dan kecemerlangannya.
6.        Meneguhkan perpaduan tanah air dan menyatukan barisan melalui usaha menghilangkan perselisihan, bergabung dan bekerjasama dalam Al-Qu’an dan As-Sunnah.[8]
Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan akhir pendidikan islam adalah mendekatkan diri kepada Allah dan bertakwa  kepada-Nya untuk mencapai keutamaan-Nya.[9] Dan untuk mengetahui dengan jelas berbagai tujuan dari pendidikan, kita dapat meneliti dan mengkaji aspek-aspek dan nilai yang terdapat dalam ibadah.

D. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar
Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan pesrta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Menurut Zakiyah Daradjat (Majid, Abdul, 2005:130) pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dspst mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Mata peljaran pendidiklan agama Islam itu secara keseluruhannya dalam lingkup Al-Qur’an dan al-hadis, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dirisendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.
.
E. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini, dkk (Majid,Abdul, 2005:132) dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
A. Dasar Yuridis/Hukum
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasara yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:
1) Dasar ideal yaitu pancasila sila pertama
2) Dasar structural/konstitusional yaitu UUD 1945
3) Dasar operasional yaitu Tap MPR

B. Segi Religius
Dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut jaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menunjukan perintah tersebut, antara lain :

1) Q.S. Al-Nahl: 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

2) Al-hadis: “Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanya hanya sedikit”.

C. Aspek Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini dkk (Majid, Abdul, 2005:133) bahwa semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitive maupun masyarakat yang sudah modern. Mereka mersa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa.

F. Perbandingan Pendidikan Islam antara SD dan MI

1.      Materi Pembelajaran

a). Madrasah
Isi atau materi pelajaran agama di madrasah ibtidaiyah sangat menonjol karena madrasah adalah lembaga pendidikan yang bercirikan atau khas dengan Islam. Dalam pengembangannya yang panjang eksistensinya, madrasah banyak melahirkan hal positif dan negative, sesuai dengan pasang surut kualitas para pengelola yang terkait didalamnya.
Dalam kaitannya dengan madrasah, perangkat pokok untuk pencapaian tujuan pendidikan Agama Islam adalah materi, karena madrasah adalah sekolah yang banyak mengambil peran soal agama, maka isi materinya pun banyak tentang agama, dalam hal ini dapat dicontohkan pada mata pelajaran fiqih, dalam fiqih mengandung banyak hal yang bisa dibahas dan dikembangkan, dimadrasah pelajaran fiqih dibahas secara mendalam dan dipelajari dengan teori dan prakteknya sekaligus, seperti yang digambarkan dalam deskripsi atau kerangka silabus, bahwa dimadrasah itu dipelajarai fiqih secara mendalam, teorinya dijelaskan dengan mendalam dan dimaksud kan pula semua siswa dapat mempraktekkanya dalam kehidupan.
Di madrasah pelajaran yang menyangkut keagamaan itu terpisah-pisah sehingga siawa dapat mempelajari setiap materi tentang keagamaannya, misalnya pelajaran fiqih, akhlah, aqidah, dan bahasa arab. Dalam fiqih dibahas secara mendalam mengenai shadaqah dan infak, dimateri ini siswa harus memahai secara teori dan praktek agar siswa bisa lebih mendalami dan mendapatkan manfaat dari materi yang dipelajari, contohnya setelah siawa memahami arti shadaqah dan infak, maka siswa diharapkan bisa membiasakan untuk bershadaqah.
Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan pencapaian pendidikan Agama Islam adalah dengan mempelajari materi pelajaran yang berbeda-beda dan terpisah-pisah antara fiqih dan materi lain diharapkan siswa benar-benar mendapatkan banyak ilmu khususnya soal agama, agar tujuan Pendidikan Agama Islam itu sendiri dapat berjalan dengan baik, yaitu menjadikan siswa beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt yang kemudian menjadikan siswa itu bisa menjadi insane kamil.

b). SD ( Sekolah Dasar )
Isi materi pendidikan Agama Islam pada sekolah dasar tetap membahas lingkup fiqih tetapi sedikit berbeda dengan madrasah, bila pelajaran fiqih dimadrasah itu dibahas secara mendalam tapi tidak halnya dengan SD bahwa mata pelajaran fiqih dipelajari secara garis besarnya saja, dalam deskripsi telah dipaparkan apasaja materi fiqih yang akan dipelajari selama 1 semester, disana telah di sebutkan bahwa pelajaran fiqih membahas tentang azan dan iqamah, dimata pelajaran ini siswa diharapkan bisa melafalkan dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebelum shalat siswa diharapkan bisa melafalkan azan dan iqamah.Tetapi melihat bahwa materi pelajaran yang tidak sama antara sekolah dasar dan madrasah dapat membedakan pula hasil belajarnya, pada madrasah tiap mata pelajaran yang menyangkut soal agama itu ter pisah – pisah sedangkan kalau disekolah itu tidak. Dari sini lah dapat dikaitkan kembali dengan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam di sekolah dasar adalah secara nyata real dan sebenarnya, tujuan tersebut adalah menjadikan peserta didik agar memilki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, keunggulan akhlak dan wawasan keagamaan. Namun pada kenyataannya dilihat dari materi pelajaran disekolahuntuk mencapai tujuan tersebut agaknya sedikit susah karena materi tidak dibahas secara mendalam melainkan hanya secara garis besarnya saja.
2. Alokasi Waktu
Alokasi waktu di setiap pelajaran itu pasti ada dan antara madrasah dan SD pun berbeda mengenai alokasi waktu dalam mempelajari setiap materi PAI dimadrasah atau disekolah sehingga keduanya pun bisa mempunyai perbedaan pencapaian tujuan PAI dengan materi dan alokasi waktu yang berbeda, berikut ini uraian nya dari masing-masing sekolah mengenai alokasi waktu pelajaran materi PAI di masing-masing sekolah baik MI dan SD.
a). Madrasah
Di madrasah alokasi waktu di setiap materi sangat berbeda karena materi pelajaran agama yang sangat banyak maka memerlukan waktu yang sangat banyak pula. Jika dilihat begitu banyak waktu pelajaran PAI di madrasah karena banyaknya materi yang akan dibahas. Mata pelajaran fiqih mempunyai kajian sendiri dengan materi lain,begitu pula dengan materi lainnya sehingga semakin banyak materi yang akan dibaha, semakin banyak pula waktu yang akan digunakan. Alokasi waktu yang digunakan di madrasah untuk 1 materi pembahasan tentang kajian fiqih misalnya, itu berkisar 45 menit.dan begitu pula dengan pelajaran pada materi lain.

b). SD ( Sekolah Dasar )
Alokasi waktu setiap materi PAI sangat berbeda dengn madrasah bila di madrasah 1 minggunya bisa mencapai lebih dari 6jam untuk meteri agama saja termasuk pelajaran fikih dan lain-lain, sedangkan alokasi waktu di sekolah hanya 2 – 3 jam saja setiap 1 minggu, dengan demikian terjadilah perbedaan antara sekolah dasar dan madrasah, sehingga pencapaian tujuan pendidikan di sekolah dasar belum terelisasikan dengan baik.

G. Fungsi Pendidikan Islam di Sekolah Dasar
Kurikulum pendidikan Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai:
a. Pengembangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yanjg tel;ah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidupm untuk mencari kebahgiaan hidup di dunia dan di akhirat
c. Penyusuaian mental yaitu untuk menyusuaikan diri dengan lingkungannya  baik lingkungan fisik maupun lingkungan social dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari
e. Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negative dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, system dan fungsional.
g. Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.

H. Nilai Edukasi dari Ibadah
Adapun nilai pendidikan islam dapat dipelajari dari macam-macam ibadah yaitu mencukup semua ibadah pada umumnya, tetapi kami khususkan terhadap rukun Islam yang kelima, yaitu: shalat, puasa, zakat, dan haji.
1.   Nilai-Nilai Edukasi dari Shalat
Nilai pendidikan ibadah bagi anak akan membiasakannya melaksanakan kewajiban. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam shalat diantaranya:
a.    Shalat diawali dengan bersuci
        Hal ini tentunya mendidik kita agar senantiasa menjaga kesucian fitrah kita sebagai manusia dan mengingatkan kita bahwa Allah adalah dzat yang Maha Suci yang hanya menerima hamba-Nya yang suci untuk menghadap kepada-Nya.
b.   Shalat mendidik untuk berlaku jujur
        Dalam shalat, apabila ia buang angin yang tidak tertahankan pada saat shalat, tentunya  seseorang akan berhenti dari shalatnya dan mengulang lagi shalat-nya, karena kita semua tahu, buang angin pada saat shalat adalah hal yang membatalkan shalat. Berlaku jujur pada diri sendiri. Tentunya, berlaku jujur tidak hanya pada saat shalat, tetapi yang  perlu menjadi perhatian adalah mewujudkan perilaku jujur pada saat setelah shalat. Berlaku jujur dalam setiap perilaku, dalam setiap keadaan, baik dalam berbicara, dalam berdagang,  dan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
c.    Shalat diakhiri salam ke kanan dan ke kiri
       Ucapan salam mengandung do’a.  Dan pada saat kita mengakhiri shalat, kita mendo’akan mereka yang ada di kanan dan kiri kita.
d.   Wujud terhadap nilai keikhlasan kepada Allah swt
Keikhlasan kepada Allah, tidak hanya tertanam dalam qolbu seseorang, yang lebih penting lagi adalah mewujudkannya dengan melakukan shalat. Ikhlas mengajarkan kepada kita untuk mencapai kesuksesan hakiki,  kesuksesan yang  abadi, dan kesuksesan  dalam pandangan Allah swt.

2.   Nilai-Nilai Edukasi dari Puasa
Nilai-nilai edukasi puasa yang berbasis ajaran Islam yang selanjutnya panduan hidup dan akan berimplikasi besar terhadap perbaikan moral pribadi, bangsa, kelangsungan hidup dan krhidupan manusia.
a.     Nilai pemeliharaan jiwa Tauhid yang ada di dalam diri setiap orang
 Melalui ibadah puasa pada bulan ramadhan, Allah melakukan penyadaran total kepada setiap hamba-Nya. Dalam salah satu ayat al-Qur’an kita telah diberitahu bahwa dalam diri kita ada unsur fitrah, yang dengannya kita perlu menyadari bahwa diri kita diciptakan oleh Allah, berada dalam genggaman kekuasaan Allah, dan pada saatnya akan kembali jua kepada-Nya.
Fitrah yang ada di dalam setiap individu merupakan factor dasar dan dominan dimana seseorang yakin bahwa ada Yang Maha Menguasai alam, yaitu Allah SWT. Unsur utama yang terkandung dalam fitrah itulah yang kita sebut iman. “Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus (QS. Ar-Rum;30).
Atas dasar iman kepada Allah, seseorang akan selalu dan terus termotivasi untuk melakukan perubahan yang bernilai kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah semua pikiran, perbuatan yang baik menurut Allah SWT dan baik pula bagi pelakunya.
b.    Nilai ketaqwaan kepada Allah swt
  Taqwa adalah tujuan utama puasa. Taqwa harus menjadi pakaian kita dalam menjalani kehidupan duniawi ini. Puasa wajib ramadhan merupakan upaya Allah swt mendidik hamba-Nya untuk memasuki fase kehidupan yang tidak bergantung kepada materi, melainkan kepada-Nya semata.
c.   Nilai imsak
  Nilai imsak ini mendidik manusia untuk melatih kesabaran untuk menahan diri selama berpuasa. Sebagaimana firman Allah swt: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az-Zumar:10).
e.    Nilai ihtisaban (intropeksi diri)
  Sabda Nabi saw: “Barangsiapa berpuasa penuh keimanan dan intropeksi diri, maka diampuni segala dosa yang telah lalu.” (HR. Bukhari Muslim).
  Nilai ihtisaban ini mendidik manusia untuk adanya kemauan dan kemampuan untuk melihat dan mengetahui kekurangan diri sendiri akan melahirkan sikap rendah hati (tawadhu’) dan jujur (shiddiq) sekaligus menjauhi sikap yang angkuh dan khianat.
f.    Nilai qiyam al-layl (shalat tarawih)
  Setiap malam ramadhan umat Islam disunnahkan untuk beramai-ramai mendatangi tempat ibadah untuk melaksanakan shalat tarawih.
  Melalui shalat tarawih, manusia di didik dalam suasana kekeluargaan, rasa persaudaraan serta rasa kesetaraan di hadapan Allah swt. Setiap orang Islam bergegas untuk mendatangi tempat Ibadah kemudian saling menyapa satu sama lain dengan penuh senyum rasa hormat antar sesama Muslim.

3.   Nilai-Nilai Edukasi dari Zakat
Adapun nilai-nilai edukasi dari ibadah shalat adalah:
a.    Nilai takwa
  Seseorang itu mensikapi akan perintah Allah untuk mengeluarkan zakat, karena harta yang dicintai harus dikeluarkan sebagian. Dengan dikeluarkan zakat, seseorang di didik dapat lebih senantiasa bertakwa kepada Allah swt.
b.   Nilai ukhuwah
 Perasaan persaudaraan yang benar melahirkan perasaan yang mulia didalam jiwa muslim untuk membentuk sikap-sikap sosial yang positif, seperti tolong-menolong, mengutamakan orang lain, kasih sayang dan pemberian maaf serta menjauhi sifat-sifat negatif.
c.    Nilai solidaritas sosial
  Bahwa dalam masyarakat manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian tetapi saling membutuhkan dengan jalan itu diharapkan saling membantu, sehingga ada keseimbangan dalam masyarakat. Dalam konteks solidaritas sosial ini zakat sebagai kunci untuk berbicara bahwasanya kalau sikaya bisa berkembang mengapa simiskin tidak bisa berkembang, maka dengan ditanamkan nilai solidaritas sosial, sikaya merasa senasib sepenanggungan dengan simiskin yang dalam hal ini diimplementasikan dengan mengeluarkan zakat, karena itulah bentuk rasa solidaritas yang harus ditunjukan oleh kaum muslim. Dengan demikian maka akan tercipta solidaritas yang tinggi dalam masyarakat.
d.   Nilai keadilan
  Pada dasarnya manusia adalah sama dihadapan Allah yang membedakan hanyalah derajat ketakwaan seseorang, oleh karena itu tidak ada perbedaan antara sikaya dan simiskin. Maksudnya adalah bagaimana seorang paham akan kebersamaan, sehingga memberikan kesempatan bagi simiskin untuk bisa bangkit dengan cara memberikan bantuan (zakat/modal) sebagai modal usahanya, walaupun kenyataannya perbedaan simiskin dan kaya dalam hal harta itu tidak bisa dihilangkan.

4.   Nilai-Nilai Edukasi dari Haji
Dalam melaksanakan ibadah haji, terkandung banyak nilai - nilai pendidikan didalamnya. Bila kita melihatnya dari sisi pelaksanaan haji itu sendiri, maka kita dapat menangkap nilai pendidikan dari istilah - istilah penting dalam haji, diantaranya:
Pertama, ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram. Tak dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya berfungsi sebagai pembeda antara seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat mengantar kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis pada pemakainya. Itulah makanya, di Miqat, tempat di mana ritual ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan tersebut harus ditanggalkan. Semua harus memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis dari pakaian harus ditanggalkan, hingga semua merasa berada dalam satu kesatuan dan persamaan. Dengan mengenakan dua helai pakaian berwarna putih – putih, sebagaimana yang akan membalut tubuhnya ketika ia mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini. Seseorang yang melaksanakan ibadah haji akan dipengaruhi jiwanya oleh pakaian ini, ia juga seharusnya juga merasakan kelemahan dan merasakan keterbatasannya serta pertanggung jawaban yang akan ditunaikannya kelak di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang di sisi-Nya tiada perbedaan antara seseorang dengan yang lain, kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.
Kedua, dengan dikenakannya pakaian ihram, maka sejumlah larangan harus diindahkan oleh pelaku ibadah haji. Misalnya, larangan menyakiti binatang, membunuh, menumpahkan darah, dan mencabut pepohonan. Mengapa? Karena manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk Tuhan dan memberinya kesempatan seluas mungkin mencapai tujuan penciptaannya. Tidak diperbolehkan juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu atau kawin, dan berhias supaya setiap peserta haji menyadari bahwa manusia bukan hanya materi semata-mata, pun bukan pula birahi. Hiasan yang dinilai Tuhan adalah hiasan rohani. Dilarang pula menggunting rambut, kuku, supaya masing-masing menyadari jati dirinya dan menghadap pada Tuhan sebagaimana apa adanya.
Ketiga, Ka’bah yang dikunjungi mengandung pelajaran amat berharga dari segi kemanusiaan. Di sana, misalnya, ada Hijr Ismail yang arti harfiahnya adalah pangkuan Ismail. Di sanalah Ismail a.s. putra Ibrahim a.s., pembangun Ka’bah ini pernah berada dalam pangkuan Ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam yang miskin dan bahkan budak, yang konon kuburannya pun di tempat itu. Namun demikian, budak wanita ini ditempatkan Tuhan di sana dan peninggalannya diabadikan untuk menjadi pelajaran bahwa Allah SWT memberi kedudukan untuk seseorang bukan karena keturunan atau status sosialnya, tapi karena kedekatannya kepadaNya dan usahanya untuk berhijrah dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan menuju peradaban.
Keempat, kalau tawaf menggambarkan larut dan meleburnya manusia dalam hadirat Ilahi, atau dalam istilah kaum sufi al-fana’ fi-Allah, maka sai’ menggambarkan usaha manusia mencari hidup. Thawaf dan sa’i melambangkan bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan dan keterpaduan. Dengan tawaf, disadarilah tujuan hidup manusia. Sedangkan ditunaikannya sa’i menggambarkan tugas manusia sebagai “upaya semaksimal mungkin.” Hasil usaha pasti akan diperoleh baik melalui usahanya maupun melalui anugerah Allah.
 Kelima, wukuf di Arafah. Di padang yang luas lagi gersang itu seluruh jamaah wuquf (berhenti) sampai terbenamnya matahari. Di sanalah manusia seharusnya menemukan makrifat pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya. Di sana pula ia mesti menyadari langkah-langkahnya selama ini, sebagaimana ia menyadari pula betapa besar dan agung Tuhan yang kepadaNya bersimpuh seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan dalam ritual thawaf di padang tersebut.
Kesadaran-kesadaran itulah yang mengantarkannya di padang Arafah untuk menjadi ‘arif atau sadar dan mengetahui. Ia tak akan mengintip-ngintip kelemahan atau mencari-cari kesalahan orang, ia tidak akan cepat tersinggung walau melihat yang mungkar sekalipun karena jiwanya selalu diliputi rahmat dan kasih sayang.
Salah satu bukti yang jelas tentang keterkaitan ibadah haji dengan nilai-nilai pendidikan bagi manusia adalah isi khutbah Nabi Muhammad SAW pada haji wada’ (haji perpisahan) yang intinya menekankan: persamaan; keharusan memelihara jiwa, harta dan kehormatan orang lain; dan larangan melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun fisik.




0 komentar:

Posting Komentar