Senin, 10 Juni 2013

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN KELOMPOK 7





BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Akhlak
            Menurut pendekatan etimologi, perkataan "akhlak" berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk mufradnya "khuluqun" ( خلق ) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
"khalqun" ( خلق ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan "khaliq" ( خالق ) yang berarti pencipta dan "makhluq" ( مخلوق ) yang berarti yang diciptakan.1
            Definisi akhlak di atas muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antara khaliq (pencipta) dengan makhluq (yang diciptakan) secara timbal balik, yang kemudian disebut sebagai hablum min Allah. Dari produk hamlum min Allah yang verbal biasanya lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut dengan hablum min annas (pola hubungan antar sesama makhluk).
            Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.2
            Secara terminologi definisi akhlak menurut imam Al-Ghozali adalah:

الخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر الافعال بسهولة
ويسرمن غير حاجة الى فكر وروية.

"Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan".
            Jadi pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran. Maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebut budi3



1Zahruddin AR, dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT. Raja
          Grafindo Persada, 2004), Cet.1, hlm. 1.
2Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), Cet. 1, hlm. 1.
3Ibid, hlm. 2.
B. Tujuan Pembentukan Akhlak
Islam adalah agama rahmat bagi umat manusia. Ia datang dengan membawa kebenaran dari Allah SWT dan dengan tujuan ingin menyelamatkan dan memberikan ebahagiaan hidup kepada manusia dimanapun mereka berada. Agama Islam mengajarkan kebaikan, kebaktian, mencegah manusia dari tindakan onar dan maksiat.4
Sebelum merumuskan tujuan pembentukan akhlak, terlebih dahulu harus kita ketahui mangenai tujuan pendidikan islam dan tujuan pendidikan akhlak. Muhamad Al-Munir menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah :
a. Tercapainya manusia seutuhnya
b. Tercapainya kebahagiaan dunia dan akherat
c. Menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi dan takut kepada Allah
            Menurut Muhamad Al-Athiyah Al-Abrasy, tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang–orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan, jiwa yang bersih, kemauan yang keras, citacita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban danpelaksanaannya, menghormati hak asasi manusia, tau membedakan baik dan buruk, memilih suatu fadilah karena ia cinta pada fadilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela, karena ia tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.5
Sedangkan tujuan pendidikan moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang berakhlak baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai,bersifat bijaksana, sempurna, beradab, ikhlas, jujur, dan suci.
            Dari beberapa keterangan di atas, dapat ditarik rumusan mengenai tujuan pendidikan akhlak, yaitu membentuk akhlakul karimah. Sedangkan pembentukan akhlak sendiri itu sebagai sarana dalam mencapai tujuan pendidikan akhlak agar menciptakan menusia yang berakhlakul karimah.6

C. Urgensi pembinaan akhlak pada siswa jenjang menengah pertama
Usia siswa SMP adalah antara 13-16 tahun, pada fase ini seseorang mulai mengerti nilai-nilai dan mulai memakainya dengan cara-caranya sendiri. Pada usia ini anak banyak menentang orang tua, mereka ingin menunjukkan jati diri mereka sendiri. Sesungguhnya pertumbuhan kesadaran moral pada anak, menyebabkan agama, dan kitab suci baginya tidak lagi merupakan kumpulan undang-undang yang adil, yang dengan itu Allah menghukum dan mengatur dunia guna menunjuki kita kepada perbaikan.
Begitu penting peningkatan akhlak pada siswa, karena salah satu faktor penyebab


4Hasan Basri, Remaja Berkualitas: Problematika Remaja dan Solusinya, (Yogyakarta:
        Mitra Pustaka, 2004), Cet. 4, hlm. 145.
5.Muhamad Al-Athiyah Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj.
        Bustomi A. Ghoni dan Jauhar Bahri, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), Cet. 1, hlm. 108
6Ibid, hlm. 109
kegagalan pendidikan  selama ini karena anak banyak yang kurang atau masih rendah akhlaknya. Hal ini karena kegagalan dalam menanamkan dan membina akhlak. Tidak dapat dipungkiri, bahwa munculnya tawuran, konflik dan kekerasan lainnya merupakan cermin ketidakberdayaan sistem pendidikan di negeri ini, khususnya akhlak. Ketidakberdayaan sistem pendidikan agama di Indonesia karena pendidikan agama Islam selama ini hanya menekankan kepada proses pentransferan ilmu kepada siswa saja, belum pada proses transformasi nilai-nilai luhur keagamaan kepada siswa, untuk membimbingnya agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan berakhlak mulia.6
Dari semua fakta diatas, sangatlah perlu dipertanyakan bagaimana sejatinya potret akhlak para peserta didik tersebut, dan sebagaimana telah disebutkan diatas tentang guru tentu saja hal ini  tidak dapat dilepas dari strategi guru dalam mendidik mereka. Ketidakpahaman siswa terhadap pendidikan agama dikarenakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran tidak memakai teknik atau metode tertentu sehingga proses pengajaran tidak berjalan dengan meksimal, lain halnya apabila dalam pengajaran guru memakai teknik atau metode yang tepat dalam menyampaian materi bisa dipastikan siswa akan lebih bisa mengerti dan memahami serta mampu mengamalkan.
Tugas seorang guru memang berat dan banyak. Akan tetapi semua tugas guru itu akan dikatakan berasil apabila ada perubahan tingkah laku dan perbuatan pada anak didik ke arah yang lebih baik. Maka tentunya hal yang paling mendasar ditanamkan adalah akhlak. Karena jika pendidikan akhlak yang baik dan berhasil ajarannya berdampak pada kerendahan hati dan perilaku yang baik, baik terhadap sesama manusia, lingkungan dan yang paling pokok adalah akhlak kepada Allah Swt. jika ini semua kita perhatikan maka tidak akan terjadi kerusakan alam dan tatanan kehidupan, sebagaimana firman Allah Swt.7

tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï0÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)É9ã9Ï9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ 
 Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41).

Untuk mewujudkan hal tersebut maka seorang guru mampu berupaya dan menggunakan beberapa strategi dalam upaya pembinaan akhlak siswa, baik itu strategi dalam penyampaian materi Agama Islam dengan menggunakan metode atau strategi tentang kegiatan apa saja yang harus dilaksanakan dalam membina akhlak siswa, karena dengan


6Muhaimin, Paradigma pendidikan islam, upaya mengefektifkan pendidikan agama Islam di sekolah, PT Remaja 
           Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.170.
7Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 1

menggunakan strategi dapat mengghasilkan tujuan yang diinginkan dalam pendidikan.
Dengan demikian strategi merupakan komponen yang penting dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pembinaan kerena dengan adanya strategi guru pendidikan agama islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa, strategi selain untuk memaksimalkan dan memudahkan proses pembinaan akhlakul karimah siswa yang bertujuan untuk menigkatkan mutu guru pendidikan agama islam khususnya peningkatan dalam bidang cara mengajar, yang mana strategi tersebut merupakan jembatan penghubung dalam kegiatan belajar mengajar.

D. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembentukan Akhlak
            Pada prinsipnya faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal

a. Faktor internal
            Yaitu keadaaan peserta didik itu sendiri, yang meliputi latar belakang kognitif (pemahaman ajaran agama, kecerdasan), latar belakang afektif (motivasi, minat, sikap, bakat, konsep diri dan kemandirian). Pengetahuan agama seseorang akan mempengaruhi pembentukan akhlak, karena ia dalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari ajaran agama. Selain kecerdasan yang dimiliki, peserta didik juga harus mempunyai konsep diri yang matang. Konsep8
diri dapat diartikan gambaran mental seorang terhadap dirinya sendiri, pandangan terhadap diri, penilaian terhadap diri, serta usaha untuk menyempunakan dan mempertahankan diri.
            Dengan adanya konsepdiri yang baik, anak tidak akan mudah terpengaruh dengan pergaulan bebas, mampu membedakan antara yang baik dan buruk, benar dan salah.9
            Selain konsep diri yang matang, faktor internal juga dipengaruhi oleh minat, motivasi dan kemandirian belajar.
Minat adalah suatu harapan, dorongan untuk mencapai sesuatu atau membebaskan diri dari suatu perangsang yang tidak menyenangkan.10
            Sedangkan motivasi adalah menciptakan kondisi yang sedemikian rupa, sehingga anak mau melakukan apa yang dapat dilakukannya.Dalam pendidikan motivasi berfungsi sebagai pendorong kemampuan, usaha, keinginan, menentukan arah dan menyeleksi tingkah laku pendidikan.




8Muntholi'ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang : Gunungjati,
           2002), Cet.1, hlm.8
9 Ibid, hlm.27.
10Abdul Mujib, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm. 117

b. Faktor eksternal
Yaitu yang berasal dari luar peserta didik, yang meliputi pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan lingkungan masyarakat. Salah satu aspek yang turut memberikan saham dalam terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah factor lingkungan.
Selama ini dikenal adanya tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.11
Merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku atau akhlak remaja, dimana perkembangannya sangat dipengaruhi factor lingkungan, di antaranya adalah:

1) Lingkungan keluarga (orang tua)
            Orang tua merupakan penanggung jawab pertama dan yang utama terhadap pembinaan akhlak dan kepribadian seorang anak.Orang tua dapat membina dan membentuk akhlak dan kepribadian anak melalui sikap dan cara hidup yang diberikan orang tua yang  secara tidak langsung merupakan pendidikan bagi sang anak.
            Dalam hal ini perhatian yang cukup dan kasih sayang dari orang tua tidak dapat dipisahkan dari upaya membentuk akhlak dan kepribadian seseorang.

2) Lingkungan sekolah (pendidik)
            Pendidik di sekolah mempunyai andil cukup besar dalam upaya pembinaan akhlak dan kepribadian anak yaitu melalui pembinaan dan pembelajaran pendidikan agama Islam kepada
siswa. Pendidik harus dapat memperbaiki akhlak dan kepribadian siswa yang sudah terlanjur rusak dalam keluarga, selain juga memberikan pembinaan kepada siswa. Disamping itu, kepribadian, sikap, dan cara hidup, bahkan sampai cara berpakaian, bergaul dan berbicara yang dilakukan oleh seorang pendidik juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan proses pendidikan dan pembinaan moralitas siswa yang sedang berlangsung.

3) Lingkungan masyarakat (lingkungan sosial)
            Lingkungan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam upaya membentuk dan membina akhlak serta kepribadian seseorang. Seorang anak yang tinggal dalam lingkungan yang baik, maka ia juga akan tumbuh menjadi individu yang baik.
            Sebaliknya, apabila orang tersebut tinggal dalam lingkungan yang rusak akhlaknya, maka tentu ia juga akan ikut terpengaruh dengan hal-hal yang kurang baik pula.12
            Lingkungan pertama dan utama pembentukan dan pendidikan akhlak adalah keluarga yang pertama-tama mengajarkan kepada anak pengetahuan akan Allah, pengalaman tentang


11 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
          2001), Cet. 2, hlm. 21.
12 Mukhtar, Op.Cit., hlm. 73-74.
pergaulan manusia dan kewajiban memperkembangkan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain adalah orang tua. Tetapi lingkungan sekolah dan masyarakat juga ikut andil dan berpengaruh terhadap terciptanya akhlak mulia bagi anak.


E. Metode Pembinaan Akhlak
                Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam islam . hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utamanya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadist beliau innama buitstu li utammima makarin al – akhlak (HR.Ahmad) (hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.).
            Perhatian islam demikian dalam pembinaan akhlak ini dapat pua dilihat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan menghasilkan perbuatan yang baik kepada manusia sehingga menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan bathin.
            Perhatian islam dalam pembinaan akhlak selanjutnya dapat di analisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran islam. Ajaran islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan erat dengan amal saleh, dan perbuatan yang terpuji. Iman yang tidak disertai amal saleh dinilai sebagai iman palsu, bahkan dianggap sebagai kemunafikan.
            Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembentukan
akhlak antara lain:

a.Metode Keteladanan
            Keteladanan merupakan perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh dalam praktek pendidikan, anak didik cenderung meneladanipendidiknya. Karena secara psikologis anak senang meniru tanpamemikirkan dampaknya. Amr bin Utbah berkata kepada guru anaknya,"Langkah pertama membimbing anakku hendaknya membimbing dirimuterlebih dahulu. Sebab pandangan anak itu tertuju pada dirimu makayang baik kepada mereka adalah kamu kerjakan dan yang buruk adalah yang kamu tinggalkan."13


b.Metode Latihan dan Pembiasaan.
Mendidik dengan melatih dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap suatu norma tertentu kemudian membiasakan untuk mengulangi kegiatan tertentu tersebut berkali-kali agar menjadi bagian hidupnya, seperti sholat, puasa,


13Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi: Membangun Kepribadian
        Muslim., (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 1, hlm. 89.
kesopanan dalam bergaul dan sejenisnya. Oleh karena itu, Islam mengharuskan agar semua kegiatan itu dibarengi niat supaya dihitungsebagai ke baikan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

عن عمر بن خطاب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنما
الأعمال بالنية و إنما الامرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله و
رسوله فهجرته الى الله و رسوله و من كانت هجرته لدنيا يصيبها أو
امرأة يتزوجها فهجرته الى ما هاجر إليه (رواه مسلم) 14

Dari Umar bin al-Khatab RA. telah berkata: aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niat, dan sesungguhnya orang memperoleh apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya itu karena dunia (harta atau kemegahan dunia), atau karena seoarang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya ke arah yang ditujunya” (HR.Muslim).

c.Metode Cerita
            Cerita memiliki daya tarik yang besar untuk menarik perhatian setiap orang, sehingga orang akan mengaktifkan segenap indranya untuk memperhatikan orang yang bercerita. Hal itu terjadi karena cerita memiliki daya tarik untuk disukai jiwa manusia. Sebab di dalam cerita
terdapat kisah-kisah zaman dahulu, sekarang, hal-hal yang jarang terjadi dan sebagainya. Selain itu cerita juga lebih lama melekat pada otak seseorang bahwa hampir tidak terlupakan.72 Sehingga akan mempermudah pemahaman siswa untuk mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah – kisah yang telah diceritakan dalam pelaksanaan metode ini, guru juga bisa menyertai penyampaian nasehat – nasehat untuk anak didiknya (siswa).

d.Metode mauidzah (nasehat)
            Mauidzah berarti nasehat. Rasyid Ridha mengartikan mauidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan dalam al-Qur'an juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal dengan nasehat.
Tetapi nasehat yang disampaikan ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasehat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasehat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi.15


14lmam Abu Husain Muslim bin Hijaj Qusyairy, Shohih Muslim, Juz II (Semarang : toha
         Putra, tth), hlm. 157-158
15Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, hlm. 98.
e.Metode pahala dan sanksi
            Jika pembentukan akhlak tidak berhasil dengan metode keteladanan dan pemberian pelajaran, beralihlah kepada metode pahala dan sanksi atau metode janji harapan dan ancaman. Sebab Allah SWT pun sudah menciptakan surga dan neraka, dan berjanji dengan surga itu
serta mengancam dengan neraka-Nya. Pemberian harapan adalah janji yang diikuti bujukan dengan kenikmatan, keindahan pasti, atau kebaikan yang murni dari setiap noda, berbanding dengan amal soleh yang dilakukan atau amal buruk yang dijauhi demi mencari ridha Allah
berupa kasih sayangnya kepada para hamba.
            Sedangkan ancaman adalah mengancam dengan sanksi akibat melanggar larangan Allah SWT atau dimaksudkan untuk menakutnakuti para hamba. Ini merupakan keadilan dari Allah.16    
            Al-Qur’an menggunakan metode ancaman untuk menerangkan tempat kembaliorang-orang musyrik dan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah,
            Dalam pemberian sanksi harus sesuai pelanggaran yang dilakukan dan sanksi tersebut dijatuhkan menurut tahap-tahapnya, karena di antara mereka ada yang cukup diisyaratkan saja sudah menghentikan perbuatannya, ada yang belum berhenti hingga dimarahi, ada yang perlu
ditakut-takuti dengan tongkat, ada pula yang berhenti dengan tindakan fisik.



F. Strategi Pembinaan Akhlak
            Dalam melaksanakan pembinaan akhlak terhadap siswa ada beberapa strategi penting yang merupakan objek kajian dan merupakan suatu hal yang perlu dimiliki dan dipelajari, sehingga hasil yang berupa Akhlakul Karimah diantara siswa dapat terwujud
            Berikut adalah beberapa strategi yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh guru dan sekolah untuk meningkatkan akhlak serang siswa

  • Strategi Guru
  1. Guru  adalah sebuah seseorang yang seharusnya selalu mengusahakan dan mengembangkan perilaku dan sikapnya agar menjadi sikap yang dapat membentuk perilaku para siswa agar menjadi orang-orang yang sukses tidak hanya mutu akademiknya tetapi sekaligus mutu nonakademiknya.
  2. Guru sebaiknya merumuskan visi, misi, yang secara tegas menyebutkan keinginan terwujudnya kultur akhlak mulia di kalangan pelajar.

16Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Op.Cit., hlm. 83.
  1. Untuk mengembangkan akhlak mulia di sekolah cukup penting diperhatikan perlunya persepsi yang sama di antara civitas seorang guru bahkan juga persepsi orang tua siswa dan masyarakat dan didukung oleh pimpinan sekolah (kepala sekolah) yang memiliki komitmen tinggi.
  2. Nilai-nilai semisal humanisme, toleransi, sopan santun, disiplin, jujur, mandiri, bertanggung jawab, sabar, empati, dan saling menghargai perlu dibangun tatkala siswa berada di sekolah dan di lingkungannya.
  3. Agar pengembangan kultur akhlak mulia lebih efektif, maka diperlukan keteladanan dari para guru (termasuk kepala sekolah) dan para karyawan.
  4. Diperlukan juga dukungan nyata dari komite sekolah baik secara moral maupun material demi kelancaran pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah ini.
  5. Orang tua siswa dan masyarakat juga berpengaruh besar dalam pengembangan kultur akhlak mulia di kalangan siswa, terutama di luar sekolah.
  6. Membangun komunikasi yang harmonis antara guru, orang tua siswa, dan masyarakat dalam rangka mewujudkan kultur akhlak mulia di kalangan siswa di sekolah juga sangat penting diadakan.
  7. Punishment and reward bisa juga bisa diterapkan untuk memotivasi siswa
  8. Kerjasama antara guru juga sangat diperlukan untuk membangun kultur akhlak mulia melalui semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang ditempuh dengan cara terintegrasi.17
  • Strategi Sekolah
1.       Untuk pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah diperlukan program-program sekolah yang secara tegas dan rinci mendukung terwujudnya kultur akhlak mulia tersebut.
2.       Pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah memerlukan peraturan atau tata tertib sekolah yang tegas dan rinci.
3.       Untuk mendukung kelancaran pengembangan kultur akhlak mulia, sekolah sebaiknya menyiapkan seluruh perangkat lunak pembelajaran di kelas, seperti kurikulum, silabus, RPP (terutama materi dan strategi pembelajaran), hingga sistem penilaiannya.
4.       Membangun kultur akhlak mulia secara melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan melalui pembiasaan-pembiasaan nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal.


17Muntholi'ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang : Gunungjati,
2002), Cet.1, hlm.24
5.       Terwujudnya kultur akhlak mulia di sekolah membutuhkan dukungan sarana prasarana sekolah yang memadai.
6.       Sekolah sebaiknya memiliki buku panduan pengembangan kultur akhlak mulia yang komprehensif.
7.       Sebagai kelengkapan perangkat untuk kelancaran pengembangan kultur akhlak mulia, perlu juga dilakukan monitoring dan evaluasi program.
Kesenirgisan antara guru dan sekolah yang bekerja sama untuk melaksanakan amanah UUD 1945 dalam melahirkan seorang anak bangsa yang cerdas dapat terwujud dan disamping itu pula hubungan sinergis antara keduanya dapat pula mengembangkan akhlak mulia yang sangat dibutuhkan guna untuk menggapai cita0cita bangsa, sehingga dari guru dan sekolah dapat menghasilkan seorang anak yang bukan hanya cerdas tapi juga mampu mengaplikasikan siat dan akhlak mulianya dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara yang merupakan cita-cita dan idaman setiap bangsa18
G.    Hubungan guru dengan siswa
            Salah satu ciri dari sebuah profesi adalah adanya kode etik yang menjadi pedoman bersikap dan berperilaku bagi para penyandang profesi yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun  2005, secara tegas dinyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional yang berkewajiban untuk senantiasa menjunjung tinggi Kode Etik Guru, agar kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalannya dapat terpelihara. Kode Etik Guru berisi seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru, sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.
            Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap potensi siswanya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual, sosial, emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas yang diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswanya. Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional, yang diikat  oleh kode etik.  Berikut ini disajikan nilai-nilai dasar dan operasional yang membingkai sikap dan perilaku etik  guru dalam berhubungan dengan siswa, sebagaimana tertuang dalam rumusan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI):19
  1. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
  2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan

18Ibid hal 25
19oto Suharto. dkk, Rekontruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam, Global Pustaka Utama, Yogyakarta:  
             2005, hal. 169
 hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
  1. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
  2. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
  3. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
  4. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
  5. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
  6. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
  7. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
  8. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
  9. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
  10. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
  11. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar,  menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
  12. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
  13. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
  14. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.20
            Dalam kultur Indonesia, hubungan guru dengan siswa sesungguhnya tidak hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau selama berlangsungnya pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru sedang dalam keadaan tidak menjalankan tugas,


20Ibid hal 170
atau sudah lama meninggalkan tugas (purna bhakti), hubungan dengan siswanya (mantan
siswa) relatif masih terjaga. Bahkan di kalangan masyarakat tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru” (dalam bahasa psikologi, guru hadir sebagai “reference group”). Meski secara formal,  tidak lagi  menjalankan tugas-tugas keguruannya, tetapi hubungan batiniah antara guru dengan siswanya masih relatif kuat, dan sang siswa pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan gurunya.
            Dalam keseharian kita melihat kecenderungan seorang guru ketika bertemu dengan  siswanya yang sudah sekian lama tidak bertemu. Pada umumnya, sang guru akan tetap menampilkan sikap dan perilaku keguruannya, meski dalam wujud yang berbeda dengan semasa masih  dalam asuhannya. Dukungan dan kasih sayang akan dia tunjukkan.  Aneka nasihat, petatah-petitih akan meluncur dari mulutnya.21
            Begitu juga dengan sang siswa, sekalipun dia sudah meraih kesuksesan hidup yang jauh melampaui dari gurunya, baik dalam jabatan, kekayaan atau ilmu pengetahuan, dalam hati kecilnya akan terselip rasa hormat, yang diekspresikan dalam berbagai bentuk, misalnya: senyuman, sapaan, cium tangan, menganggukkan kepala, hingga memberi kado tertentu yang sudah pasti bukan dihitung dari nilai uangnya. Inilah salah satu kebahagian seorang guru, ketika masih bisa sempat menyaksikan putera-puteri didiknya meraih kesuksesan hidup. Rasa hormat dari para  siswanya itu bukan muncul secara otomatis tetapi justru terbangun dari sikap dan perilaku profesional yang ditampilkan sang guru ketika masih bertugas memberikan pelayanan pendidikan kepada putera-puteri didiknya.
            Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa hubungan guru dengan siswa tidak hanya dikemas dalam bahasa profesional tetapi juga dalam konteks kultural. Oleh karena itu, mari kita (saya dan Anda semua) terus belajar untuk sedapat mungkin berusaha menjaga kode etik guru, kita jaga hubungan dengan putera-puteri didik kita secara profesional dan kultural, agar kita tetap menjadi guru yang sejatinya.22

H.    Kisah Nabi Khaidir dan Nabi Musa
            Suatu ketika Nabi Musa berkhutbah di tengah-tengah Bani Israil, lalu ia ditanya, “Siapakah manusia yang paling dalam ilmunya?” Ia menjawab, “Sayalah orang yang paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyalahkannya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan lebih dalam ilmunya daripada kamu.” Musa berkata,

21Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama Bulan Bintang, Jakarta, 1996, hal.70.
22Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 36.
 “Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?” Maka dikatakan kepadanya, “Bawalah ikan
(yang sudah mati) dalam sebuah keranjang. Apabila engkau kehilangan ikan itu, maka orang itu berada di sana.”
            Musa pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan kepala dan tidur (di atas batu itu), lalu ikan itu lepas dari keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa aneh.
            Keduanya kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi hari. Ketika pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita,sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan ini.” Musa tidaklah merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan untuk didatangi.
            Muridnya kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu, dan tidak ada yang membuatku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa berkata, “”Itulah (tempat) yang kita cari.”
            Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu besar itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain atau tertutup dengan kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Kemudian Khadhir berkata, “Dari mana ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khadhir berkata, “Apakah Musa (Nabi) Bani Israil?” Ia menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” Khadhir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?” Sesungguhnya aku berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya, demikian pula engkau berada di atas ilmu yang Dia ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku insya Allah sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai perintahmu.”
            Keduanya pun pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu, lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, maka keduanya berbicara dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui (oleh para penumpangnya) bahwa yang meminta itu Khadhir, maka mereka pun mengangkut keduanya tanpa upah.
            Tiba-tiba ada seekor burung lalu turun ke tepi perahu kemudian mematuk sekali atau dua kali patukan ke laut. Khadhir berkata, “Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu yang berasal dari Allah tidak lain seperti patukan burung ini ke laut (tidak ada apa-apanya di hadapan ilmu Allah), lalu Khadhir mendatangi papan di antara papan-papan perahu kemudian dicabutnya.” (Melihat keadaan itu) Musa berkata, “Orang yang telah membawa kita tanpa meminta imbalan, namun malah engkau lubangi perahunya agar penumpangnya tenggelam.” Khadhir berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” Musa berkata, “Janganlah engkau hukum aku karena lupaku dan janganlah engkau bebankan aku perkara yang sulit.”
            Untuk yang pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang anak yang sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khadhir memegang kepalanya dari atas, lalu menarik kepalanya dengan tangannya. Musa berkata, “Apakah engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang lain.” Khadhir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.”
            Keduanya pun berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya meminta agar penduduknya menjamu mereka, namun tidak diberi. Keduanya pun mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khadhir menegakkannya, Khadhir melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Maka Khadhir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.”
Kemudian Khadhir menyampaikan alasan terhadap tindakan yang dilakukannya, ia berkata:
“Adapun kapal itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan kapal itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap kapal.–Dan adapun anak muda itu, maka kedua(orang tuanya)nya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.–Dan kami menghendaki, agar Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).–Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Itulah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. Al Kahfi: 79-82).
·         Pelajaran atau Hikmah yang dapat diambil dari kisah diatas diantaranya :
Pelajaran ke1.
            FAUQO KULLI DZII 'ILMIN'ALIIMUN (Q.S.Yusuf : 76) (Diatas yang pandai itu pasti ada yang lebih pandai lagi.)
Nabi Musa AS itu mengaku lebih pandai dan tidak ada bandingannya, padahal Alloh berfirman," diatas yang pandai ada yang lebih pandai lagi" Ini adalah sebuah contoh pelajaran bagi kita bahwa sepandai apapun dari kita maka kita harus TAWADLU kepada orang lain. Akhirnya Nabi Musa AS ditegur oleh Alloh bahwa ada orang yang lebih pandai dari Nabi Musa, yaitu HAMBAKU.

Pelajaran ke2.
            Jika kita ingin memiliki jiwa yang hidup, ruhani kita indah yang tumbuh diatasnya segala kebaikan maka mesti mencari MAUL HAYAT, Air kehidupan, air yang menghidupkan qolb, jiwa kita. Jadi orang yang beriman mesti menyambut ajakan Allah dan rasul Nya untuk mengikuti ajakan pada sesuatu yang menghidupkan imannya. Yakni mencari Maul Hayat.

Pelajaran ke3.
            Harus punya tekad yang kuat jika mau mencari MAUL HAYAT, sebagaimana firman Alloh kepada Nabi Musa, "LAA ABROHA HATTA ABLUGHO MAJMA'AL BAHROINI AMDLIYA HUQUBAN"
Tidak akan berhenti sehingga akan sampai kepada " Majma'al Bahro'in")

Pelajaran 4.
            Untuk bisa menemukan Maul Hayat itu harus berjalan kembali dan harus mengikuti jejaknya sendiri, dengan begitu akan bertemu Majma'al bahroin tempatnya Maul Hayat.

Pelajaran 5.
            Untuk mendapatkan Maul Hayat mestilah bertemu orang yang mendapat rohmat khusus dari Alloh, orang yang demikian disebut ALIL ABSHOR ( Contohnya Bunya yang digelari Khidir ). Lihat Q.S. An Nuur :44 ,"

Pelajaran6.
            Orang-orang yang sudah menyadari untuk mencari maul hayat, mesti faham etika, tata caranya belajar ilmu khusus untuk mendapat Maul Hayat. Berbeda dengan etika , tata cara belajar ilmu umum, tata lahir. Yakni bersabar untuk tidak bertanya jika menemukan apa yang ditemukan selama belajar yang tidak sesuai hukum umum, karena sang guru akan menjelaskannya maksudnya pada saatnya.Pada akhirnya bahwa tak akan bisa seseorang itu mendapati perubahan menuju kepada kemajuan ketakwaan hati kecuali seseorang itu melakukan perubahan, maka Alloh akan memberikan jalan-jalan23




0 komentar:

Posting Komentar