BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Menurut pendekatan etimologi,
perkataan "akhlak" berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk
mufradnya "khuluqun" ( خلق
) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat.Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
"khalqun" ( خلق
) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan "khaliq"
( خالق ) yang berarti pencipta dan "makhluq"
( مخلوق ) yang berarti yang diciptakan.1
Definisi akhlak di atas muncul sebagai
mediator yang menjembatani komunikasi antara khaliq (pencipta) dengan makhluq
(yang diciptakan) secara timbal balik, yang kemudian disebut sebagai hablum
min Allah. Dari produk hamlum min Allah yang verbal biasanya
lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut dengan hablum min
annas (pola hubungan antar sesama makhluk).
Dari pengertian di atas dapat
diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang
tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa
perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak
yang tercela sesuai dengan pembinaannya.2
Secara terminologi definisi akhlak
menurut imam Al-Ghozali adalah:
الخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر الافعال بسهولة
ويسرمن غير حاجة الى فكر وروية.
"Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan".
Jadi pada hakikatnya khuluk (budi
pekerti) atau akhlak ialah kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan
menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan
cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Apabila
dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan
syariat dan akal pikiran. Maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya
apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebut budi3
1Zahruddin AR, dan
Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi
Akhlak, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet.1, hlm.
1.
2Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), Cet.
1, hlm. 1.
3Ibid, hlm. 2.
B. Tujuan Pembentukan Akhlak
Islam adalah agama rahmat bagi
umat manusia. Ia datang dengan membawa kebenaran dari Allah SWT dan dengan
tujuan ingin menyelamatkan dan memberikan ebahagiaan hidup kepada manusia dimanapun
mereka berada. Agama Islam mengajarkan kebaikan, kebaktian, mencegah manusia dari
tindakan onar dan maksiat.4
Sebelum merumuskan tujuan
pembentukan akhlak, terlebih dahulu harus kita ketahui mangenai tujuan
pendidikan islam dan tujuan pendidikan akhlak. Muhamad Al-Munir menjelaskan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah :
a. Tercapainya manusia seutuhnya
b. Tercapainya kebahagiaan dunia dan akherat
c. Menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi dan takut
kepada Allah
Menurut Muhamad Al-Athiyah Al-Abrasy,
tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang
sanggup menghasilkan orang–orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan,
jiwa yang bersih, kemauan yang keras, citacita yang benar dan akhlak yang
tinggi, tahu arti kewajiban danpelaksanaannya, menghormati hak asasi manusia,
tau membedakan baik dan buruk, memilih suatu fadilah karena ia cinta pada
fadilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela, karena ia tercela, dan mengingat
Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.5
Sedangkan tujuan pendidikan
moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang berakhlak baik,
keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan
perangai,bersifat bijaksana, sempurna, beradab, ikhlas, jujur, dan suci.
Dari beberapa keterangan di atas,
dapat ditarik rumusan mengenai tujuan pendidikan akhlak, yaitu membentuk
akhlakul karimah. Sedangkan pembentukan akhlak sendiri itu sebagai sarana dalam
mencapai tujuan pendidikan akhlak agar menciptakan menusia yang berakhlakul
karimah.6
C. Urgensi pembinaan akhlak pada siswa jenjang menengah
pertama
Usia siswa SMP
adalah antara 13-16 tahun, pada fase ini seseorang mulai mengerti nilai-nilai
dan mulai memakainya dengan cara-caranya sendiri. Pada usia ini anak banyak
menentang orang tua, mereka ingin menunjukkan jati diri mereka sendiri.
Sesungguhnya pertumbuhan kesadaran moral pada anak, menyebabkan agama, dan
kitab suci baginya tidak lagi merupakan kumpulan undang-undang yang adil, yang
dengan itu Allah menghukum dan mengatur dunia guna menunjuki kita kepada
perbaikan.
Begitu penting peningkatan akhlak pada
siswa, karena salah satu faktor penyebab
4Hasan Basri, Remaja Berkualitas: Problematika Remaja dan Solusinya, (Yogyakarta:
Mitra
Pustaka, 2004), Cet. 4, hlm. 145.
5.Muhamad Al-Athiyah
Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan
Islam, Terj.
Bustomi A.
Ghoni dan Jauhar Bahri, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), Cet. 1, hlm. 108
6Ibid, hlm. 109
kegagalan pendidikan
selama ini karena anak banyak yang kurang atau masih rendah akhlaknya. Hal ini karena kegagalan
dalam menanamkan dan membina akhlak. Tidak dapat dipungkiri, bahwa munculnya
tawuran, konflik dan kekerasan lainnya merupakan cermin ketidakberdayaan sistem
pendidikan di negeri ini, khususnya akhlak.
Ketidakberdayaan sistem pendidikan agama di Indonesia karena pendidikan agama
Islam selama ini hanya menekankan kepada proses pentransferan ilmu kepada siswa
saja, belum pada proses transformasi nilai-nilai luhur keagamaan kepada siswa,
untuk membimbingnya agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan berakhlak
mulia.6
Dari semua fakta diatas, sangatlah
perlu dipertanyakan bagaimana sejatinya potret akhlak para peserta didik
tersebut, dan sebagaimana telah disebutkan diatas tentang guru tentu saja hal
ini tidak dapat dilepas dari strategi
guru dalam mendidik mereka. Ketidakpahaman siswa terhadap pendidikan agama
dikarenakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran tidak memakai teknik atau
metode tertentu sehingga proses pengajaran tidak berjalan dengan meksimal, lain
halnya apabila dalam pengajaran guru memakai teknik atau metode yang tepat
dalam menyampaian materi bisa dipastikan siswa akan lebih bisa mengerti dan
memahami serta mampu mengamalkan.
Tugas seorang guru memang berat dan
banyak. Akan tetapi semua tugas guru itu akan dikatakan berasil apabila ada
perubahan tingkah laku dan perbuatan pada anak didik ke arah yang lebih baik.
Maka tentunya hal yang paling mendasar ditanamkan adalah akhlak. Karena jika pendidikan akhlak yang baik dan berhasil
ajarannya berdampak pada kerendahan hati dan perilaku yang baik, baik terhadap
sesama manusia, lingkungan dan yang paling pokok adalah akhlak kepada Allah
Swt. jika ini semua kita perhatikan maka tidak akan terjadi kerusakan alam dan
tatanan kehidupan, sebagaimana firman Allah Swt.7
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï0÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)É9ã9Ï9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
Artinya: Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum:
41).
Untuk mewujudkan hal tersebut maka
seorang guru mampu berupaya dan menggunakan beberapa strategi dalam upaya
pembinaan akhlak siswa, baik
itu strategi dalam penyampaian materi Agama Islam dengan menggunakan metode
atau strategi tentang kegiatan apa saja yang harus dilaksanakan dalam membina akhlak siswa, karena dengan
6Muhaimin, Paradigma pendidikan islam, upaya mengefektifkan pendidikan
agama Islam di sekolah, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.170.
7Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 1
menggunakan strategi dapat mengghasilkan tujuan yang
diinginkan dalam pendidikan.
Dengan demikian strategi merupakan
komponen yang penting dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan
pembinaan kerena dengan adanya strategi guru pendidikan agama islam dalam
pembinaan akhlakul karimah siswa,
strategi selain untuk memaksimalkan dan memudahkan proses pembinaan akhlakul karimah siswa yang bertujuan
untuk menigkatkan mutu guru pendidikan agama islam khususnya peningkatan dalam
bidang cara mengajar, yang mana strategi tersebut merupakan jembatan penghubung
dalam kegiatan belajar mengajar.
D. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Pada prinsipnya faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
eksternal
a. Faktor internal
Yaitu keadaaan peserta didik itu
sendiri, yang meliputi latar belakang kognitif (pemahaman ajaran agama,
kecerdasan), latar belakang afektif (motivasi, minat, sikap, bakat, konsep diri
dan kemandirian). Pengetahuan agama seseorang akan mempengaruhi pembentukan
akhlak, karena ia dalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari ajaran
agama. Selain kecerdasan yang dimiliki, peserta didik juga harus mempunyai
konsep diri yang matang. Konsep8
diri dapat diartikan gambaran mental seorang terhadap
dirinya sendiri, pandangan terhadap diri, penilaian terhadap diri, serta usaha
untuk menyempunakan dan mempertahankan diri.
Dengan adanya konsepdiri yang baik,
anak tidak akan mudah terpengaruh dengan pergaulan bebas, mampu membedakan
antara yang baik dan buruk, benar dan salah.9
Selain konsep diri yang matang,
faktor internal juga dipengaruhi oleh minat, motivasi dan kemandirian belajar.
Minat adalah suatu harapan,
dorongan untuk mencapai sesuatu atau membebaskan diri dari suatu perangsang
yang tidak menyenangkan.10
Sedangkan motivasi adalah menciptakan
kondisi yang sedemikian rupa, sehingga anak mau melakukan apa yang dapat
dilakukannya.Dalam pendidikan motivasi berfungsi sebagai pendorong kemampuan,
usaha, keinginan, menentukan arah dan menyeleksi tingkah laku pendidikan.
8Muntholi'ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang :
Gunungjati,
2002), Cet.1, hlm.8
9 Ibid, hlm.27.
10Abdul Mujib,
et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :
Kencana, 2006), hlm. 117
b. Faktor eksternal
Yaitu yang berasal dari luar
peserta didik, yang meliputi pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan
pendidikan lingkungan masyarakat. Salah satu aspek yang turut memberikan saham
dalam terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah factor
lingkungan.
Selama ini dikenal adanya tiga
lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.11
Merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap pembentukan perilaku atau akhlak remaja, dimana perkembangannya sangat
dipengaruhi factor lingkungan, di antaranya adalah:
1) Lingkungan keluarga (orang tua)
Orang tua merupakan penanggung jawab
pertama dan yang utama terhadap pembinaan akhlak dan kepribadian seorang
anak.Orang tua dapat membina dan membentuk akhlak dan kepribadian anak melalui
sikap dan cara hidup yang diberikan orang tua yang secara tidak langsung merupakan pendidikan
bagi sang anak.
Dalam hal ini perhatian yang cukup
dan kasih sayang dari orang tua tidak dapat dipisahkan dari upaya membentuk
akhlak dan kepribadian seseorang.
2) Lingkungan sekolah (pendidik)
Pendidik di sekolah mempunyai andil
cukup besar dalam upaya pembinaan akhlak dan kepribadian anak yaitu melalui
pembinaan dan pembelajaran pendidikan agama Islam kepada
siswa. Pendidik harus dapat memperbaiki akhlak dan
kepribadian siswa yang sudah terlanjur rusak dalam keluarga, selain juga
memberikan pembinaan kepada siswa. Disamping itu, kepribadian, sikap, dan cara
hidup, bahkan sampai cara berpakaian, bergaul dan berbicara yang dilakukan oleh
seorang pendidik juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan proses
pendidikan dan pembinaan moralitas siswa yang sedang berlangsung.
3) Lingkungan masyarakat (lingkungan sosial)
Lingkungan masyarakat tidak dapat
diabaikan dalam upaya membentuk dan membina akhlak serta kepribadian seseorang.
Seorang anak yang tinggal dalam lingkungan yang baik, maka ia juga akan tumbuh
menjadi individu yang baik.
Sebaliknya, apabila orang tersebut
tinggal dalam lingkungan yang rusak akhlaknya, maka tentu ia juga akan ikut
terpengaruh dengan hal-hal yang kurang baik pula.12
Lingkungan pertama dan utama
pembentukan dan pendidikan akhlak adalah keluarga yang pertama-tama mengajarkan
kepada anak pengetahuan akan Allah, pengalaman tentang
11 Abuddin Nata, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2001), Cet. 2, hlm. 21.
12 Mukhtar, Op.Cit., hlm. 73-74.
pergaulan manusia dan kewajiban memperkembangkan tanggung
jawab terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain adalah orang tua. Tetapi
lingkungan sekolah dan masyarakat juga ikut andil dan berpengaruh terhadap
terciptanya akhlak mulia bagi anak.
E. Metode Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak merupakan
tumpuan perhatian pertama dalam islam . hal ini dapat dilihat dari salah satu
misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utamanya adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadist beliau innama buitstu li utammima
makarin al – akhlak (HR.Ahmad) (hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.).
Perhatian islam demikian dalam
pembinaan akhlak ini dapat pua dilihat dari perhatian islam terhadap pembinaan
jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang
baik inilah akan menghasilkan perbuatan yang baik kepada manusia sehingga
menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan
bathin.
Perhatian islam dalam pembinaan
akhlak selanjutnya dapat di analisis pada muatan akhlak yang terdapat pada
seluruh aspek ajaran islam. Ajaran islam tentang keimanan misalnya sangat
berkaitan erat dengan amal saleh, dan perbuatan yang terpuji. Iman yang tidak
disertai amal saleh dinilai sebagai iman palsu, bahkan dianggap sebagai kemunafikan.
Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembentukan
akhlak antara lain:
a.Metode Keteladanan
Keteladanan merupakan perbuatan yang
patut ditiru dan dicontoh dalam praktek pendidikan, anak didik cenderung
meneladanipendidiknya. Karena secara psikologis anak senang meniru
tanpamemikirkan dampaknya. Amr bin Utbah berkata kepada guru
anaknya,"Langkah pertama membimbing anakku hendaknya membimbing
dirimuterlebih dahulu. Sebab pandangan anak itu tertuju pada dirimu makayang
baik kepada mereka adalah kamu kerjakan dan yang buruk adalah yang kamu
tinggalkan."13
b.Metode Latihan dan Pembiasaan.
Mendidik dengan melatih dan
pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap
suatu norma tertentu kemudian membiasakan untuk mengulangi kegiatan tertentu
tersebut berkali-kali agar menjadi bagian hidupnya, seperti sholat, puasa,
13Imam Abdul Mukmin
Sa’aduddin, Meneladani Akhlak
Nabi: Membangun Kepribadian
Muslim., (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 1, hlm. 89.
kesopanan
dalam bergaul dan sejenisnya. Oleh karena itu, Islam mengharuskan agar semua
kegiatan itu dibarengi niat supaya dihitungsebagai ke baikan. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
عن عمر بن خطاب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنما
الأعمال بالنية و إنما الامرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله و
رسوله فهجرته الى الله و رسوله و من كانت هجرته لدنيا يصيبها أو
امرأة يتزوجها فهجرته الى ما هاجر إليه (رواه مسلم) 14
Dari Umar bin al-Khatab RA.
telah berkata: aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya setiap
amal itu tergantung niat, dan sesungguhnya orang memperoleh apa yang ia
niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya itu
karena dunia (harta atau kemegahan dunia), atau karena seoarang wanita yang
akan dinikahinya, maka hijrahnya ke arah yang ditujunya” (HR.Muslim).
c.Metode Cerita
Cerita memiliki daya tarik yang besar
untuk menarik perhatian setiap orang, sehingga orang akan mengaktifkan segenap
indranya untuk memperhatikan orang yang bercerita. Hal itu terjadi karena
cerita memiliki daya tarik untuk disukai jiwa manusia. Sebab di dalam cerita
terdapat kisah-kisah zaman dahulu, sekarang, hal-hal yang
jarang terjadi dan sebagainya. Selain itu cerita juga lebih lama melekat pada
otak seseorang bahwa hampir tidak terlupakan.72 Sehingga akan mempermudah
pemahaman siswa untuk mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah – kisah yang telah
diceritakan dalam pelaksanaan metode ini, guru juga bisa menyertai penyampaian
nasehat – nasehat untuk anak didiknya (siswa).
d.Metode mauidzah (nasehat)
Mauidzah berarti nasehat. Rasyid Ridha mengartikan mauidzah adalah
nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat
menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan dalam al-Qur'an juga
menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia
kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal dengan nasehat.
Tetapi nasehat yang
disampaikan ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi
atau penyampai nasehat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni
nasehat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling
melengkapi.15
14lmam Abu Husain
Muslim bin Hijaj Qusyairy, Shohih Muslim, Juz II (Semarang
: toha
Putra, tth), hlm. 157-158
15Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, hlm. 98.
e.Metode pahala dan sanksi
Jika pembentukan akhlak tidak
berhasil dengan metode keteladanan dan pemberian pelajaran, beralihlah kepada
metode pahala dan sanksi atau metode janji harapan dan ancaman. Sebab Allah SWT
pun sudah menciptakan surga dan neraka, dan berjanji dengan surga itu
serta mengancam dengan neraka-Nya. Pemberian harapan
adalah janji yang diikuti bujukan dengan kenikmatan, keindahan pasti, atau
kebaikan yang murni dari setiap noda, berbanding dengan amal soleh yang dilakukan
atau amal buruk yang dijauhi demi mencari ridha Allah
berupa kasih sayangnya kepada para hamba.
Sedangkan ancaman adalah mengancam
dengan sanksi akibat melanggar larangan Allah SWT atau dimaksudkan untuk
menakutnakuti para hamba. Ini merupakan keadilan dari Allah.16
Al-Qur’an menggunakan metode ancaman
untuk menerangkan tempat kembaliorang-orang musyrik dan orang-orang yang
menyimpang dari jalan Allah,
Dalam pemberian sanksi harus sesuai
pelanggaran yang dilakukan dan sanksi tersebut dijatuhkan menurut
tahap-tahapnya, karena di antara mereka ada yang cukup diisyaratkan saja sudah
menghentikan perbuatannya, ada yang belum berhenti hingga dimarahi, ada yang
perlu
ditakut-takuti dengan tongkat, ada pula yang berhenti
dengan tindakan fisik.
F. Strategi Pembinaan Akhlak
Dalam
melaksanakan pembinaan akhlak terhadap siswa ada beberapa strategi penting yang
merupakan objek kajian dan merupakan suatu hal yang perlu dimiliki dan
dipelajari, sehingga hasil yang berupa Akhlakul Karimah diantara siswa dapat
terwujud
Berikut
adalah beberapa strategi yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh guru
dan sekolah untuk meningkatkan akhlak serang siswa
- Strategi
Guru
- Guru adalah
sebuah seseorang yang seharusnya selalu mengusahakan dan mengembangkan
perilaku dan sikapnya agar menjadi sikap yang dapat membentuk perilaku
para siswa agar menjadi orang-orang yang sukses tidak hanya mutu
akademiknya tetapi sekaligus mutu nonakademiknya.
- Guru sebaiknya merumuskan visi, misi, yang secara
tegas menyebutkan keinginan terwujudnya kultur akhlak mulia di kalangan
pelajar.
16Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Op.Cit., hlm. 83.
- Untuk mengembangkan akhlak mulia di sekolah cukup
penting diperhatikan perlunya persepsi yang sama di antara civitas seorang
guru bahkan juga persepsi orang tua siswa dan masyarakat dan didukung oleh
pimpinan sekolah (kepala sekolah) yang memiliki komitmen tinggi.
- Nilai-nilai semisal humanisme, toleransi, sopan
santun, disiplin, jujur, mandiri, bertanggung jawab, sabar, empati, dan
saling menghargai perlu dibangun tatkala siswa berada di sekolah dan di
lingkungannya.
- Agar pengembangan kultur akhlak mulia lebih efektif,
maka diperlukan keteladanan dari para guru (termasuk kepala sekolah) dan
para karyawan.
- Diperlukan juga dukungan nyata dari komite sekolah
baik secara moral maupun material demi kelancaran pengembangan kultur
akhlak mulia di sekolah ini.
- Orang tua siswa dan masyarakat juga berpengaruh
besar dalam pengembangan kultur akhlak mulia di kalangan siswa, terutama
di luar sekolah.
- Membangun komunikasi yang harmonis antara guru,
orang tua siswa, dan masyarakat dalam rangka mewujudkan kultur akhlak
mulia di kalangan siswa di sekolah juga sangat penting diadakan.
- Punishment and reward bisa juga bisa
diterapkan untuk memotivasi siswa
- Kerjasama antara guru juga sangat diperlukan untuk membangun
kultur akhlak mulia melalui semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
yang ditempuh dengan cara terintegrasi.17
- Strategi
Sekolah
1.
Untuk
pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah diperlukan program-program sekolah
yang secara tegas dan rinci mendukung terwujudnya kultur akhlak mulia tersebut.
2.
Pengembangan
kultur akhlak mulia di sekolah memerlukan peraturan atau tata tertib sekolah
yang tegas dan rinci.
3.
Untuk mendukung
kelancaran pengembangan kultur akhlak mulia, sekolah sebaiknya menyiapkan
seluruh perangkat lunak pembelajaran di kelas, seperti kurikulum, silabus, RPP
(terutama materi dan strategi pembelajaran), hingga sistem penilaiannya.
4.
Membangun kultur
akhlak mulia secara melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan melalui
pembiasaan-pembiasaan nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal.
17Muntholi'ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang :
Gunungjati,
2002), Cet.1, hlm.24
5.
Terwujudnya
kultur akhlak mulia di sekolah membutuhkan dukungan sarana prasarana sekolah
yang memadai.
6.
Sekolah
sebaiknya memiliki buku panduan pengembangan kultur akhlak mulia yang
komprehensif.
7.
Sebagai
kelengkapan perangkat untuk kelancaran pengembangan kultur akhlak mulia, perlu
juga dilakukan monitoring dan evaluasi program.
Kesenirgisan
antara guru dan sekolah yang bekerja sama untuk melaksanakan amanah UUD 1945
dalam melahirkan seorang anak bangsa yang cerdas dapat terwujud dan disamping
itu pula hubungan sinergis antara keduanya dapat pula mengembangkan akhlak
mulia yang sangat dibutuhkan guna untuk menggapai cita0cita bangsa, sehingga
dari guru dan sekolah dapat menghasilkan seorang anak yang bukan hanya cerdas
tapi juga mampu mengaplikasikan siat dan akhlak mulianya dalam berkehidupan
berbangsa dan bernegara yang merupakan cita-cita dan idaman setiap bangsa18
G.
Hubungan
guru dengan siswa
Salah satu ciri dari sebuah profesi
adalah adanya kode etik yang menjadi pedoman bersikap dan berperilaku bagi para
penyandang profesi yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang No. 14
Tahun 2005, secara tegas dinyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional
yang berkewajiban untuk senantiasa menjunjung tinggi Kode Etik Guru, agar
kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalannya dapat
terpelihara. Kode Etik Guru berisi seperangkat prinsip dan norma moral yang
melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru, sesuai dengan
nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.
Tugas utama guru adalah berusaha
mengembangkan segenap potensi siswanya secara optimal, agar mereka dapat
mandiri dan berkembang menjadi manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara
fisik, intelektual, sosial, emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi
logis dari tugas yang diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan
berkomunikasi dengan siswanya. Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya
adalah hubungan profesional, yang diikat oleh kode etik. Berikut
ini disajikan nilai-nilai dasar dan operasional yang membingkai sikap dan
perilaku etik guru dalam berhubungan dengan siswa, sebagaimana tertuang
dalam rumusan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI):19
- Guru
berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
proses dan hasil pembelajaran.
- Guru membimbing peserta didik untuk memahami,
menghayati dan mengamalkan
18Ibid hal 25
19oto Suharto. dkk, Rekontruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan
Islam, Global Pustaka Utama, Yogyakarta:
2005, hal. 169
hak-hak dan
kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
- Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki
karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan
pembelajaran.
- Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan
menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
- Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara
terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana
sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan
efisien bagi peserta didik.
- Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang
dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan
fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
- Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap
gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
- Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha
profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan
keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
- Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan
tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
- Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta
didiknya secara adil.
- Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan
menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
- Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk
secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta
didiknya.
- Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk
melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses
belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
- Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta
didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
- Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma
sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
- Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.20
Dalam kultur Indonesia, hubungan guru
dengan siswa sesungguhnya tidak hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan
tugas atau selama berlangsungnya pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang
guru sedang dalam keadaan tidak menjalankan tugas,
20Ibid hal 170
atau sudah lama meninggalkan tugas (purna bhakti),
hubungan dengan siswanya (mantan
siswa) relatif masih terjaga. Bahkan di kalangan masyarakat
tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru” (dalam bahasa
psikologi, guru hadir sebagai “reference group”). Meski secara
formal, tidak lagi menjalankan tugas-tugas keguruannya, tetapi
hubungan batiniah antara guru dengan siswanya masih relatif kuat, dan sang
siswa pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan gurunya.
Dalam
keseharian kita melihat kecenderungan seorang guru ketika bertemu dengan
siswanya yang sudah sekian lama tidak bertemu. Pada umumnya, sang guru akan
tetap menampilkan sikap dan perilaku keguruannya, meski dalam wujud yang
berbeda dengan semasa masih dalam asuhannya. Dukungan dan kasih sayang
akan dia tunjukkan. Aneka nasihat, petatah-petitih akan meluncur dari
mulutnya.21
Begitu juga dengan sang siswa,
sekalipun dia sudah meraih kesuksesan hidup yang jauh melampaui dari gurunya,
baik dalam jabatan, kekayaan atau ilmu pengetahuan, dalam hati kecilnya akan
terselip rasa hormat, yang diekspresikan dalam berbagai bentuk, misalnya:
senyuman, sapaan, cium tangan, menganggukkan kepala, hingga memberi kado
tertentu yang sudah pasti bukan dihitung dari nilai uangnya. Inilah salah
satu kebahagian seorang guru, ketika masih bisa sempat menyaksikan
putera-puteri didiknya meraih kesuksesan hidup. Rasa hormat dari para
siswanya itu bukan muncul secara otomatis tetapi justru terbangun dari sikap
dan perilaku profesional yang ditampilkan sang guru ketika masih bertugas
memberikan pelayanan pendidikan kepada putera-puteri didiknya.
Berdasarkan
uraian di atas tampak bahwa hubungan guru dengan siswa tidak hanya dikemas
dalam bahasa profesional tetapi juga dalam konteks kultural. Oleh karena itu,
mari kita (saya dan Anda semua) terus belajar untuk sedapat mungkin berusaha
menjaga kode etik guru, kita jaga hubungan dengan putera-puteri didik kita
secara profesional dan kultural, agar kita tetap menjadi guru yang sejatinya.22
H. Kisah Nabi Khaidir dan Nabi Musa
Suatu
ketika Nabi Musa berkhutbah di tengah-tengah Bani Israil, lalu
ia ditanya, “Siapakah manusia yang paling dalam ilmunya?” Ia menjawab, “Sayalah
orang yang paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyalahkannya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala kemudian mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang
hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan
lebih dalam ilmunya daripada kamu.” Musa berkata,
21Zakiyah
Daradjat, Ilmu Jiwa Agama Bulan Bintang, Jakarta, 1996, hal.70.
22Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 36.
“Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?”
Maka dikatakan kepadanya, “Bawalah ikan
(yang
sudah mati) dalam sebuah keranjang. Apabila engkau kehilangan ikan itu, maka
orang itu berada di sana.”
Musa
pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam
keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya
merebahkan kepala dan tidur (di atas batu itu), lalu ikan itu lepas dari
keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan
muridnya merasa aneh.
Keduanya
kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi hari. Ketika
pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan
kita,sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan ini.” Musa tidaklah
merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan untuk
didatangi.
Muridnya
kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat
berlindung di batu tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu, dan tidak ada
yang membuatku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa berkata, “”Itulah
(tempat) yang kita cari.”
Lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu
besar itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain
atau tertutup dengan kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Kemudian Khadhir
berkata, “Dari mana ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khadhir
berkata, “Apakah Musa (Nabi) Bani Israil?” Ia menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah
aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah
diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” Khadhir berkata, “Sesungguhnya
engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?” Sesungguhnya aku
berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak
mengetahuinya, demikian pula engkau berada di atas ilmu yang Dia ajarkan
kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku
insya Allah sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai
perintahmu.”
Keduanya
pun pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu,
lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, maka keduanya berbicara
dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui
(oleh para penumpangnya) bahwa yang meminta itu Khadhir, maka mereka pun
mengangkut keduanya tanpa upah.
Tiba-tiba
ada seekor burung lalu turun ke tepi perahu kemudian mematuk sekali atau dua
kali patukan ke laut. Khadhir berkata, “Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu yang
berasal dari Allah tidak lain seperti patukan burung ini ke laut (tidak ada
apa-apanya di hadapan ilmu Allah), lalu Khadhir mendatangi papan di antara
papan-papan perahu kemudian dicabutnya.” (Melihat keadaan itu) Musa berkata,
“Orang yang telah membawa kita tanpa meminta imbalan, namun malah engkau
lubangi perahunya agar penumpangnya tenggelam.” Khadhir berkata, “Bukankah aku
telah mengatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.”
Musa berkata, “Janganlah engkau hukum aku karena lupaku dan janganlah engkau
bebankan aku perkara yang sulit.”
Untuk
yang pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang anak
yang sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khadhir memegang kepalanya
dari atas, lalu menarik kepalanya dengan tangannya. Musa berkata, “Apakah
engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang
lain.” Khadhir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar
bersamaku.”
Keduanya
pun berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya
meminta agar penduduknya menjamu mereka, namun tidak diberi. Keduanya pun
mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khadhir menegakkannya,
Khadhir melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau,
niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Maka Khadhir berkata, “Inilah
perpisahan antara aku dengan kamu.”
Kemudian Khadhir menyampaikan
alasan terhadap tindakan yang dilakukannya, ia berkata:
“Adapun
kapal itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku
bertujuan merusakkan kapal itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang
merampas setiap kapal.–Dan adapun anak muda itu, maka kedua(orang tuanya)nya
adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua
orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.–Dan kami menghendaki, agar
Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).–Adapun
dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah
seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya
dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Itulah tujuan perbuatan-perbuatan
yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. Al Kahfi: 79-82).
·
Pelajaran atau Hikmah yang
dapat diambil dari kisah diatas diantaranya :
Pelajaran ke1.
FAUQO KULLI DZII 'ILMIN'ALIIMUN
(Q.S.Yusuf : 76) (Diatas yang pandai itu pasti ada yang lebih pandai lagi.)
Nabi Musa AS itu mengaku lebih pandai dan tidak ada
bandingannya, padahal Alloh berfirman," diatas yang pandai ada yang lebih
pandai lagi" Ini adalah sebuah contoh pelajaran bagi kita bahwa sepandai
apapun dari kita maka kita harus TAWADLU kepada orang lain. Akhirnya Nabi Musa
AS ditegur oleh Alloh bahwa ada orang yang lebih pandai dari Nabi Musa, yaitu
HAMBAKU.
Pelajaran ke2.
Jika kita ingin memiliki jiwa yang
hidup, ruhani kita indah yang tumbuh diatasnya segala kebaikan maka mesti
mencari MAUL HAYAT, Air kehidupan, air yang menghidupkan qolb, jiwa kita. Jadi
orang yang beriman mesti menyambut ajakan Allah dan rasul Nya untuk mengikuti
ajakan pada sesuatu yang menghidupkan imannya. Yakni mencari Maul Hayat.
Pelajaran ke3.
Harus punya tekad yang kuat jika mau
mencari MAUL HAYAT, sebagaimana firman Alloh kepada Nabi Musa, "LAA ABROHA
HATTA ABLUGHO MAJMA'AL BAHROINI AMDLIYA HUQUBAN"
Tidak akan berhenti sehingga akan sampai kepada "
Majma'al Bahro'in")
Pelajaran 4.
Untuk bisa menemukan Maul Hayat itu
harus berjalan kembali dan harus mengikuti jejaknya sendiri, dengan begitu akan
bertemu Majma'al bahroin tempatnya Maul Hayat.
Pelajaran 5.
Untuk mendapatkan Maul Hayat mestilah
bertemu orang yang mendapat rohmat khusus dari Alloh, orang yang demikian disebut
ALIL ABSHOR ( Contohnya Bunya yang digelari Khidir ). Lihat Q.S. An Nuur :44
,"
Pelajaran6.
Orang-orang yang sudah menyadari
untuk mencari maul hayat, mesti faham etika, tata caranya belajar ilmu khusus
untuk mendapat Maul Hayat. Berbeda dengan etika , tata cara belajar ilmu umum,
tata lahir. Yakni bersabar untuk tidak bertanya jika menemukan apa yang
ditemukan selama belajar yang tidak sesuai hukum umum, karena sang guru akan
menjelaskannya maksudnya pada saatnya.Pada akhirnya bahwa tak akan bisa
seseorang itu mendapati perubahan menuju kepada kemajuan ketakwaan hati kecuali
seseorang itu melakukan perubahan, maka Alloh akan memberikan jalan-jalan23
MAKALAH ILMU PENDIDIKAN KELOMPOK 7