Kamis, 13 Juni 2013

PENGANTAR ILMU FILSAFAT

A.    Pengertian Ilmu Filsafat
Istilah filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Segi semantik perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat maknanya berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. 2)
Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.

Harsojo, Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran mendefinikan ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia. Suatu cara menganlisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk: “jika,….maka…” 3)
       Menurut Robert Ackerman filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual. Lewis White Beck, memberi pengertian bahwa filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
      Menurut A. Cornelius Benjamin filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual. Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
      Menurut May Brodbeck filsafat ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu. Peter Caws Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan kesalahan.
      Filsuf adalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Ringkasnya filsafat adalah hasil akal seseorang manusia yang memikirkan dan mencari suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu.
            Stephen R. Toulmin mengemukana bahwa sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
            Dari uraian di atas akan diperoleh suatu gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
            Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis) Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ?

B. Cara Berfikir Filsafat
            Berfilsafat termasuk dalam berfikir namun berfilsafat tidak identik dengan berfikir. Sehingga, tidak semua orang yang berfikir itu mesti berfilsafat, dan bisa dipastikan bahwa semua orang yang berfilsafat itu pasti berfikir.
            Seorang siswa yang berfikir bagaimana agar bisa lulus dalam Ujian Akhir Nasional, maka siswa ini tidaklah sedang berfilsafat atau berfikir secara kefilsafatan melainkan berfikir biasa yang jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh. Oleh karena itu ada beberapa ciri berfikir secara kefilsafatan.
1. Berfikir secara radikal. Artinya berfikir sampai ke akar-akarnya. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Maksud dari berfikir sampai ke akar-akarnya adalah berfikir sampai pada hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
2. Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
3. Berfikir secara konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara kefilsafatan tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatanbebas yang dilakukan oleh orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu”?
4. Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berfikir secara runtut.
5. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu.
6. Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7. Berfikir secara bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural ataupun religius. Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka hati, atau anarkhi, sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara terikat . akan tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari disiplin fikiran itu sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam sangatlah terikat.
8. Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada orang lain serta dipertanggungjawabkan.

C. Cabang-cabang Ilmu Filsafat
Cabang filsafat yang diuraikan pada bagian ini adalah filsafat epistemologi, metafisika, logika, etika dan estetika.
1.  Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan dengan teori pengetahuan.istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berakar dari kata episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu, pendapat atau pikiran). Jadi epistemologi adalah pikiran atau percakapan tentang ilmu pengetahuan.[1][1]
2.       Metafisika berasal dari bahasa Yunani yaitu meta Physhika (sesudah fisika). Kata metafisika ini juga memiliki berbagai arti. Metafisika dapat berarti upaya untuk mengkarakteristikkan eksistensi atau realita sebagai suatu keseluruhan.[2][2] Namun secara umum metafisika adalah suatu pembahasanfilsafat yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang ada.
3.        Logika, secara epistemologi adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika juga disebut logike episteme atau logica scientica yang berarti ilmu logika dan sekarang hanya disebut logika saja.[3][3]
4.        Etika, berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan atau tempat yang biasa. Sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan yang berbuat baik.[4][4] Etika sering disebut sebagai filsafat moral karena di dalamnya membicarakan tentang sifat dan kelakuan berbuat baik, membahas tentang adab dan susila.
5.     Estetika adalah cabang filsafat yang membahas tentang seni dan keindahan. Istilah ini berasal dari kata aisthesis, yang berarti pemahaman intelektual atau pengamatan intelektual atau pengamatan spiritual. Adapun art (seni) berasal dari bahasa latin yaitu ars, yang berarti seni, keterampilan, ilmu, kecakapan.

C. .     Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat
            Pada dasarnya filsafat merupakan induk dari segala ilmu dan dapat dikatakan bahwa semua ilmu pengetahuan pada mulanya berasal dari kajian filsafat. Filsafat merupakan sistem berpikir yang menyeluruh, maka dari itu sebelum menjadi disiplin ilmu yang mandiri semua ilmu pengetahuan berasal dari kajian filsafat. Namun setelah ilmu tersebut berkembang dengan pesatnya dan mempunyai metode dan pendekatan tersendiri dalam mencari bukti kebenarannya, maka ilmu tersebut berpisah atau memisahkan diri dari filsafat.
            Garapan filsafat berbeda dengan garapan ilmu pengetahuan. Antara keduanya saling membutuhkan. Dalam kenyataan setiap ilmu vak memerlukan falsafahnya, seperti dalam ilmu pendidikan ada falsafah pendidikan, dalam ilmu hukum terdapat falsafah hukum dan dalam ilmu politik terdpat falsafah politik. Filsafat sebagai penggambaran pikiran secara radikal sanggup menembus apa-apa dibalik fakta, sehingga dapat memberikan kepuasan pada manusia. Sebab dengan demikian manusia disamping mengetahui apa yang tersurat juga mengetahui apa yang tersirat dengan daya pikirnya.
            Dengan demikian menjadi lengkaplah kebutuhan manusia untuk memahami keberadaan ini dari sisi tersurat dengan jangkauan indranya dan dai sisi tersirat dengan jangkauan pikiran filosofisnya.
A.     Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan dengan Agama
            Ilmu pengetahuan merupakan hasil pengolahan akal (berfikir) dan perasaan manusia tentang sesuatu yang diketahui melalui pengalaman, informasi dan perasaan.
Ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri diantaranya :
v  obyek ilmu pengetahuan adalah empiris, yaitu fakta-fakta empiris yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan menggunakan panca indranya.
v  Ilmu pengetahuan mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu mempunyai sistematika, hasil yang diperoleh bersifat rasional, obyektif rasional, universal dan kumulatif.
v  Ilmu dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, studi dan pemikiran, baik melalui pendekatan deduktif maupun induktif atau keduanya.
v  Sumber dari segala ilmu adalah Tuhan, karena dia yang menciptakan.
v  Fungsi ilmu adalah untuk keselamatan, kebahagiaan, pengamanan manusia dari segala sesuatu yang menyulitkan.
Ilmu pengetahuan dapat dibuat sehingga sebagai standar kualitas tertinggi dalam pandangan islam diantaranya:
  1. ilmu pengetahuan adalah alat untuk mencari kebenaran. Dengan kekuatan intelegensi yang dibimbing oleh hati nurani, manusia dapat menemukan kebenaran dalam hidupnya sekalipun hasilnya relatif.
  2. ilmu pengetahuan sebagai prasyarat amal saleh.
  3. ilmu pengetahuan adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam untuk mencapai ridha Allah.
  4. ilmu pengetahuan sebagai penghubung daya pikir. Ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua visi, yaitu sebagai produk berpikir dan sebagai kegiatan dan pengembangan daya pikir.
  5. ilmu pengetahuan sebagai hasil pengembangan daya pikir. Manusia adalah makhluk yang berpikir dari lahir sampai masuk liang lahat. Berpikir pada dasarnya adalah sebuah proses yang membuahkan ilmu pengetahuan. Penggunaan daya pikir selalu dianjurkan oleh Allah untuk menghasilkan ilmu pengetahuan.
            Ilmu pengetahuan dikembangkan dalam rangka melaksanakan amanah Allah dalam mengendalikan alam dan isinya, sehingga dengan bertambahnya ilmu pengetahuan seseorang bertambah pula petunjuk Tuhan atau Allah. Jadi semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang semakin ia mengetahui kedudukannya yang dhif di hadapan Allah.karena itulah ilmu pengetahuan mempunyai nilai yang pragmatis apabila ilmu tersebut dapat mempertebal keimanan dan ketaqwaan seseorang dan menumbuhkan daya kreatifitas dan produktifitas sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi.
            Dalam ajaran islam, ilmu haruslah yang rasional, sesuai dengan akal dan dapat dijangkau dengan kekuatan akal pikiran manusia. Walaupun demikian masih ada ilmu yang belum dapat dicapai oleh pikiran. Bentuk ilmu ini menunggu perkembangan atau modifikasi ilmu-ilmu sebelumnya. Implementasinya, epistimologi senantiasa mendorong dinamika berpikir secara kritis, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan lebih cepat dicapai bila ilmuwan memperkuat penguasaanya.
Ilmu pengetahuan itu sendiri terbagi menjadi 2 kelompok.
  1. Ilmu fardhu (wajib) untuk diketahui oleh semua orang muslim yaitu ilmu agama, ilmu yang bersumber dari kitab suci.
  2. Ilmu yang merupakan fardhu adalah ilmu yang dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, misalnya kita berhubungan dengan alam seperti ilmu biologi, geologi, dll, yang berhubungan dengan manusia seperti kedokteran, psikologi, dll yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia seperti politik, hukum dll.
Ilmu pengetahuan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan islam, karena perkembangan masyarakat islam serta tuntutannya dalam membangun seutuhnya sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang dicerna melalui pendidikan.
Pada dasarnya semua ilmu tersebut berhubungan dengan agama. Agama mengatur penggunaan ilmu tersebut agar digunakan untuk kemaslahatan umat. Dan ilmu pengetahuan dikatakan bermanfaat jika dengan ilmu tersebut dapat bertambah keimanan dan ketaqwaan seseorang kepada Allah.
B.    Hubungan Antara Filsafat dengan Agama
            Hubungan antara filsafat dengan agama sudah dicuplik sedikit di depan. Jadi pada intinya antara filsafat dengan agama tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu mencari hakekat segala sesuatu dan mencari jawaban yang tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan. Contohnya pencarian terhadap Tuhan atau dalam islam disebut dengan Allah. Hal itu juga dibahas dalam filsafat.
            Kalau agama mencarinya dengan metode menafsirkan wahyu yang turun, sedangkan filsafat dengan berpikir secara mendalam tentang apa yang ada disekitar kita. Dalam filsafatnya ibn Tufail dijelaskan dalam cerita Hayy bin Yaqan bahwa antara filsafat dengan agama terjadi kesinambungan penemuan yaitu sama-sama menemukan Tuhan yang satu.
            Persamaannya adalah sama-sama mengkaji tentang ayat Tuhan. Kalau agama mengkaji atau melalui ayat qauliyah sedangkan filsafat melalui ayat kauniyah, yaitu dengan berpikir tentang alam yang ada disekitar kita. Kalau kita lihat hubungan antara keduanya ini menjadi hubungan searah yaitu sama-sama menuju kepada pencarian Tuhan dan sama-sama menemukan kebenaran tentang adanya Tuhan hanya saja jalannya berbeda.
C.    Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama
Allah berfirman:
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku,
 Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.
Dan Rasulullah pernah bersabda:
Hikmah itu adalah barang hak milik orang yang beriman, dimanapun mereka temukan hikmah itu, mereka paling berhak untuk memilikinya.”
            Dari ayat dan hadits di atas, dapat ditimba pemahaman bahwa disamping ada kebenaran mutlak yang terdapat dalam agama dan terejawantahkan dalam wujud al Qur’an, juga diakui adanya kebenaran yang sesuai dengan kebenaran mutlak, yaitu kebenaran yang bertentangan dengan al Qur’an. Kebenaran tersebut merupakan hasil usaha manusia dengan akalnya. Akal adalah pemberian Allah yang Maha Benar, dan Allah menciptakannya tidaklah dengan kesia-siaan. Karena itu akal bukanlah untuk disia-siakan tetapi untuk dimanfaatkan. Jadi bisa dikatakan selain ada kebenaran mutlak yang langsung datang dari Allah, diakui pula keberadaan kebenaran relatif sebagai hasil budaya manusia, baik berupa kebenaran spekulatif (filsafat) maupun kebenaran positif (ilmu Pengetahuan). Manusia hanya dapat hidup dengan wajar dan benar manakala ia mau mengikuti kebenaran mutlak sekaligus mengakui eksistensi dan fungsi kebenaran-kebenaran lain yang sesuai dengan kebenaran mutlak agama tersebut.
            Wilayah agama, wilayah ilmu pengetahuan, dan wilayah filsafat memang berbeda. Agama mengenai soal kepercayaan dan ilmu mengenai soal pengetahuan. Pelita agama ada di hati pelita ilmu ada di otak. Meski areanya berbeda sebagaimana dijelaskan di atas, ketiganya saling berkait dan berhubungan timbal balik. Agama menetapkan tujuan, tapi ia tidak dapat mencapainya tanpa bantuan ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu yang kuat dapat memperkuat keyakinan keagamaan. Agama senantiasa memotifasi pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan membahayakan umat manusia jika tidak dikekang dengan agama. Dari sini dapat diambil konklusi bahwa ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh.

D. Manfaat mempelajari Filsafat
            Ilmu harus didasari oleh asumsi filsafat agar keberadaan ilmu itu tidak rancu. Karena ilmu tanpa didasari oleh filsafat akan mengalami kehancuran dan menyalahi aturan-aturan. sebab filsafat di sini berfungsi sebagai penyelaras dan membuat manusia cinta terhadap kebijaksanaan dan dalam mengiplikasinya akan dibarengi dengan prilaku yang baik dan membuahkan hasil yang sangat bermakna. Filsafat juga berperan sebagai induk dari segala ilmu dan prinsip – prinsip dasar ilmu itu diambil dari filsafat (ilmu lahir dari filsafat), dan untuk mengkaji ilmu diperlukan filsafat, karena asumsi filsafat lebih berpikir secara mendalam untuk mencapai kebenaran, kebaikan dan menjawab setiap persoalan yang ada, sehingga ilmu yang ada kini bisa kita rasakan manfaatnya karena telah melewati pengkajian yang mendalamdan dapat dibuktikan kebenarannya.
            Orang berfilsafat sama halnya dengan berfikir yakni menafsirkan sesuatu hal yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi tetapi perbedaanya kalau berfikir hanya menafsirkan sesuatu hal tersebut denga biasa dalam arti kurang mengandung makna dan belum tentu kebenaranya juga tanpa dibarengi pengetahuan kebijaksaaan dan hikmah.
a.Berpikir biasa adalah bagaimana manusia berfikir untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya artinya berfikir untuk kepentingan pribadinya.
b.Berpikir Ilmiah adalah berfikir secara logis yaitu secara nyata dan apa yang kita pikirkan bias dipertanggung jawabkan
c.Berfikir Filsafat adalah berfikir untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah pada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran.
            Sebaliknya berfilsafat berarti berpikir itu memang benar adanya karena, berfilsafat akan selalu berusaha untuk berpikir guna mencapai kebaikan dan mencari kebenaran dari berbagai teori atau ilmu-ilmu, maka dengan berfilsafat itu berarti penyelidikan tentang apanya, bagaimananya dan untuk apa, berpikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Orang yang berfilsafat akan menggunakan pemikiran yang bermakna seperti:
a.       berfikir radikal, yaitu berfikir sampai keakar-akarnya dan tidak tanggung2 tidak ada sesuatu yang terlarang untuk dipikirkan
b.      sistematik yaitu berfikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
c.       universal,yaitu berfikir secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian2 tertentu tetapi mencakup keseluruhan aspek yang kongkrit dan abstrak.









0 komentar:

Posting Komentar