A.
Pengertian Ilmu Filsafat
Istilah
filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Segi semantik
perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia =
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut
philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat
berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun
tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat maknanya berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh. 2)
Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.
Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.
Harsojo, Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran mendefinikan ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia. Suatu cara menganlisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk: “jika,….maka…” 3)
Menurut Robert Ackerman filsafat ilmu dalam
suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa
ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu
kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual. Lewis White Beck,
memberi pengertian bahwa filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai
suatu keseluruhan.
Menurut
A. Cornelius Benjamin filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat yang
merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka
umum cabang-cabang pengetahuan intelektual. Michael V. Berry berpendapat bahwa
filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah
dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
Menurut
May Brodbeck filsafat ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan
filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu. Peter
Caws Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi
ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori
tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan
bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis
segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau
tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
kesalahan.
Filsuf
adalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
mendalam. Ringkasnya filsafat adalah hasil akal seseorang manusia yang
memikirkan dan mencari suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Filsafat
merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala
sesuatu.
Stephen R. Toulmin mengemukana bahwa
sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan
unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur
pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai
landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika.
Dari uraian di atas akan diperoleh
suatu gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin
menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis,
epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji
hakikat ilmu, seperti obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki
dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap
manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
Bagaimana proses yang memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah
kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya?
Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu? (Landasan epistemologis) Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu
itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ?
B. Cara Berfikir Filsafat
Berfilsafat termasuk dalam berfikir
namun berfilsafat tidak identik dengan berfikir. Sehingga, tidak semua orang
yang berfikir itu mesti berfilsafat, dan bisa dipastikan bahwa semua orang yang
berfilsafat itu pasti berfikir.
Seorang siswa yang berfikir bagaimana
agar bisa lulus dalam Ujian Akhir Nasional, maka siswa ini tidaklah sedang
berfilsafat atau berfikir secara kefilsafatan melainkan berfikir biasa yang
jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh. Oleh karena
itu ada beberapa ciri berfikir secara kefilsafatan.
1. Berfikir secara radikal. Artinya berfikir
sampai ke akar-akarnya. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti
akar. Maksud dari berfikir sampai ke akar-akarnya adalah berfikir sampai pada
hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan. Manusia yang
berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki,
yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
2. Berfikir secara universal atau umum. Berfikir
secara umum adalah berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat
umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari
hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
3. Berfikir secara
konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman
tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara kefilsafatan
tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatanbebas yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh
seorang psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan
itu”?
4. Berfikir secara koheren
dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir dan tidak
mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berfikir secara runtut.
5. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu.
5. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu.
6. Berfikir secara
komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha untuk menjelaskan
alam semesta secara keseluruhan.
7. Berfikir secara bebas.
Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural ataupun religius.
Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka hati, atau anarkhi,
sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara terikat . akan tetapi
ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari disiplin fikiran itu
sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam
sangatlah terikat.
8. Berfikir atau pemikiran
yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati
nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan
pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah bagaimana ia
merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada orang lain
serta dipertanggungjawabkan.
C. Cabang-cabang Ilmu Filsafat
Cabang filsafat yang diuraikan pada bagian ini adalah filsafat
epistemologi, metafisika, logika, etika dan estetika.
1. Epistemologi
adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan dengan teori
pengetahuan.istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berakar dari
kata episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu, pendapat atau pikiran).
Jadi epistemologi adalah pikiran atau percakapan tentang ilmu pengetahuan.[1][1]
2.
Metafisika
berasal dari bahasa Yunani yaitu meta
Physhika (sesudah fisika). Kata metafisika
ini juga memiliki berbagai arti. Metafisika
dapat berarti upaya untuk mengkarakteristikkan eksistensi atau realita
sebagai suatu keseluruhan.[2][2] Namun secara umum metafisika adalah
suatu pembahasanfilsafat yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau
tentang segala sesuatu yang ada.
3.
Logika, secara
epistemologi adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang dinyatakan dalam
bahasa. Sebagai ilmu, logika juga disebut logike
episteme atau logica scientica yang
berarti ilmu logika dan sekarang hanya disebut logika saja.[3][3]
4.
Etika, berasal
dari dua kata bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos. Ethos berarti sifat, watak,
kebiasaan atau tempat yang biasa. Sedangkan ethikos
berarti susila, keadaban, atau kelakuan yang berbuat baik.[4][4] Etika sering disebut sebagai filsafat
moral karena di dalamnya membicarakan tentang sifat dan kelakuan berbuat baik,
membahas tentang adab dan susila.
5.
Estetika adalah
cabang filsafat yang membahas tentang seni dan keindahan. Istilah ini berasal
dari kata aisthesis, yang berarti
pemahaman intelektual atau pengamatan intelektual atau pengamatan spiritual.
Adapun art (seni) berasal dari bahasa
latin yaitu ars, yang berarti seni,
keterampilan, ilmu, kecakapan.
Pada dasarnya filsafat merupakan
induk dari segala ilmu dan dapat dikatakan bahwa semua ilmu pengetahuan pada
mulanya berasal dari kajian filsafat. Filsafat merupakan sistem berpikir yang
menyeluruh, maka dari itu sebelum menjadi disiplin ilmu yang mandiri semua ilmu
pengetahuan berasal dari kajian filsafat. Namun setelah ilmu tersebut
berkembang dengan pesatnya dan mempunyai metode dan pendekatan tersendiri dalam
mencari bukti kebenarannya, maka ilmu tersebut berpisah atau memisahkan diri
dari filsafat.
Garapan filsafat berbeda dengan
garapan ilmu pengetahuan. Antara keduanya saling membutuhkan. Dalam kenyataan
setiap ilmu vak memerlukan falsafahnya, seperti dalam ilmu pendidikan ada
falsafah pendidikan, dalam ilmu hukum terdapat falsafah hukum dan dalam ilmu
politik terdpat falsafah politik. Filsafat sebagai penggambaran pikiran secara
radikal sanggup menembus apa-apa dibalik fakta, sehingga dapat memberikan
kepuasan pada manusia. Sebab dengan demikian manusia disamping mengetahui apa
yang tersurat juga mengetahui apa yang tersirat dengan daya pikirnya.
Dengan demikian menjadi lengkaplah
kebutuhan manusia untuk memahami keberadaan ini dari sisi tersurat dengan
jangkauan indranya dan dai sisi tersirat dengan jangkauan pikiran filosofisnya.
A. Hubungan Antara Ilmu
Pengetahuan dengan Agama
Ilmu pengetahuan merupakan hasil
pengolahan akal (berfikir) dan perasaan manusia tentang sesuatu yang diketahui
melalui pengalaman, informasi dan perasaan.
Ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri diantaranya :
v obyek ilmu pengetahuan adalah empiris, yaitu
fakta-fakta empiris yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan menggunakan
panca indranya.
v Ilmu pengetahuan mempunyai karakteristik
tersendiri, yaitu mempunyai sistematika, hasil yang diperoleh bersifat rasional,
obyektif rasional, universal dan kumulatif.
v Ilmu dihasilkan dari pengamatan, pengalaman,
studi dan pemikiran, baik melalui pendekatan deduktif maupun induktif atau
keduanya.
v Sumber dari segala ilmu adalah Tuhan, karena dia
yang menciptakan.
v Fungsi ilmu adalah untuk keselamatan,
kebahagiaan, pengamanan manusia dari segala sesuatu yang menyulitkan.
Ilmu pengetahuan dapat dibuat sehingga sebagai standar
kualitas tertinggi dalam pandangan islam diantaranya:
- ilmu
pengetahuan adalah alat untuk mencari kebenaran. Dengan kekuatan
intelegensi yang dibimbing oleh hati nurani, manusia dapat menemukan
kebenaran dalam hidupnya sekalipun hasilnya relatif.
- ilmu
pengetahuan sebagai prasyarat amal saleh.
- ilmu
pengetahuan adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam untuk mencapai
ridha Allah.
- ilmu
pengetahuan sebagai penghubung daya pikir. Ilmu pengetahuan dapat dilihat
dari dua visi, yaitu sebagai produk berpikir dan sebagai kegiatan dan
pengembangan daya pikir.
- ilmu
pengetahuan sebagai hasil pengembangan daya pikir. Manusia adalah makhluk
yang berpikir dari lahir sampai masuk liang lahat. Berpikir pada dasarnya
adalah sebuah proses yang membuahkan ilmu pengetahuan. Penggunaan daya
pikir selalu dianjurkan oleh Allah untuk menghasilkan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dikembangkan dalam
rangka melaksanakan amanah Allah dalam mengendalikan alam dan isinya, sehingga
dengan bertambahnya ilmu pengetahuan seseorang bertambah pula petunjuk Tuhan
atau Allah. Jadi semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang semakin ia mengetahui
kedudukannya yang dhif di hadapan Allah.karena itulah ilmu pengetahuan
mempunyai nilai yang pragmatis apabila ilmu tersebut dapat mempertebal keimanan
dan ketaqwaan seseorang dan menumbuhkan daya kreatifitas dan produktifitas
sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi.
Dalam ajaran islam, ilmu haruslah
yang rasional, sesuai dengan akal dan dapat dijangkau dengan kekuatan akal
pikiran manusia. Walaupun demikian masih ada ilmu yang belum dapat dicapai oleh
pikiran. Bentuk ilmu ini menunggu perkembangan atau modifikasi ilmu-ilmu
sebelumnya. Implementasinya, epistimologi senantiasa mendorong dinamika
berpikir secara kritis, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan lebih cepat
dicapai bila ilmuwan memperkuat penguasaanya.
Ilmu pengetahuan itu sendiri terbagi menjadi 2 kelompok.
- Ilmu
fardhu (wajib) untuk diketahui oleh semua orang muslim yaitu ilmu agama,
ilmu yang bersumber dari kitab suci.
- Ilmu yang
merupakan fardhu adalah ilmu yang dimanfaatkan untuk memudahkan urusan
hidup duniawi, misalnya kita berhubungan dengan alam seperti ilmu biologi,
geologi, dll, yang berhubungan dengan manusia seperti kedokteran,
psikologi, dll yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia seperti
politik, hukum dll.
Ilmu pengetahuan itu sendiri tidak dapat dipisahkan
dengan pendidikan islam, karena perkembangan masyarakat islam serta tuntutannya
dalam membangun seutuhnya sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu
pengetahuan yang dicerna melalui pendidikan.
Pada dasarnya semua ilmu tersebut berhubungan dengan
agama. Agama mengatur penggunaan ilmu tersebut agar digunakan untuk
kemaslahatan umat. Dan ilmu pengetahuan dikatakan bermanfaat jika dengan ilmu tersebut
dapat bertambah keimanan dan ketaqwaan seseorang kepada Allah.
B.
Hubungan Antara Filsafat dengan Agama
Hubungan antara filsafat dengan agama
sudah dicuplik sedikit di depan. Jadi pada intinya antara filsafat dengan agama
tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu mencari hakekat segala sesuatu dan
mencari jawaban yang tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan. Contohnya
pencarian terhadap Tuhan atau dalam islam disebut dengan Allah. Hal itu juga
dibahas dalam filsafat.
Kalau agama mencarinya dengan metode
menafsirkan wahyu yang turun, sedangkan filsafat dengan berpikir secara
mendalam tentang apa yang ada disekitar kita. Dalam filsafatnya ibn Tufail
dijelaskan dalam cerita Hayy bin Yaqan bahwa antara filsafat dengan agama
terjadi kesinambungan penemuan yaitu sama-sama menemukan Tuhan yang satu.
Persamaannya adalah sama-sama
mengkaji tentang ayat Tuhan. Kalau agama mengkaji atau melalui ayat qauliyah
sedangkan filsafat melalui ayat kauniyah, yaitu dengan berpikir tentang alam
yang ada disekitar kita. Kalau kita lihat hubungan antara keduanya ini menjadi
hubungan searah yaitu sama-sama menuju kepada pencarian Tuhan dan sama-sama
menemukan kebenaran tentang adanya Tuhan hanya saja jalannya berbeda.
C.
Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama
Allah
berfirman:
Dan orang-orang
yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah,
bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-
hamba-Ku,
Yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka
Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah
orang-orang yang mempunyai akal.
Dan Rasulullah
pernah bersabda:
Hikmah itu
adalah barang hak milik orang yang beriman, dimanapun mereka temukan hikmah
itu, mereka paling berhak untuk memilikinya.”
Dari ayat dan hadits di atas, dapat
ditimba pemahaman bahwa disamping ada kebenaran mutlak yang terdapat dalam
agama dan terejawantahkan dalam wujud al Qur’an, juga diakui adanya kebenaran
yang sesuai dengan kebenaran mutlak, yaitu kebenaran yang bertentangan dengan
al Qur’an. Kebenaran tersebut merupakan hasil usaha manusia dengan akalnya.
Akal adalah pemberian Allah yang Maha Benar, dan Allah menciptakannya tidaklah
dengan kesia-siaan. Karena itu akal bukanlah untuk disia-siakan tetapi untuk
dimanfaatkan. Jadi bisa dikatakan selain ada kebenaran mutlak yang langsung
datang dari Allah, diakui pula keberadaan kebenaran relatif sebagai hasil
budaya manusia, baik berupa kebenaran spekulatif (filsafat) maupun kebenaran
positif (ilmu Pengetahuan). Manusia hanya dapat hidup dengan wajar dan benar
manakala ia mau mengikuti kebenaran mutlak sekaligus mengakui eksistensi dan
fungsi kebenaran-kebenaran lain yang sesuai dengan kebenaran mutlak agama
tersebut.
Wilayah agama, wilayah ilmu
pengetahuan, dan wilayah filsafat memang berbeda. Agama mengenai soal
kepercayaan dan ilmu mengenai soal pengetahuan. Pelita agama ada di hati pelita
ilmu ada di otak. Meski areanya berbeda sebagaimana dijelaskan di atas, ketiganya
saling berkait dan berhubungan timbal balik. Agama menetapkan tujuan, tapi ia
tidak dapat mencapainya tanpa bantuan ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu yang
kuat dapat memperkuat keyakinan keagamaan. Agama senantiasa memotifasi
pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan membahayakan umat manusia
jika tidak dikekang dengan agama. Dari sini dapat diambil konklusi bahwa ilmu
tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh.
D. Manfaat mempelajari Filsafat
Ilmu harus didasari oleh asumsi
filsafat agar keberadaan ilmu itu tidak rancu. Karena ilmu tanpa didasari oleh
filsafat akan mengalami kehancuran dan menyalahi aturan-aturan. sebab filsafat
di sini berfungsi sebagai penyelaras dan membuat manusia cinta terhadap
kebijaksanaan dan dalam mengiplikasinya akan dibarengi dengan prilaku yang baik
dan membuahkan hasil yang sangat bermakna. Filsafat juga berperan sebagai induk
dari segala ilmu dan prinsip – prinsip dasar ilmu itu diambil dari filsafat
(ilmu lahir dari filsafat), dan untuk mengkaji ilmu diperlukan filsafat, karena
asumsi filsafat lebih berpikir secara mendalam untuk mencapai kebenaran,
kebaikan dan menjawab setiap persoalan yang ada, sehingga ilmu yang ada kini
bisa kita rasakan manfaatnya karena telah melewati pengkajian yang mendalamdan
dapat dibuktikan kebenarannya.
Orang berfilsafat sama halnya dengan
berfikir yakni menafsirkan sesuatu hal yang sedang dihadapi atau yang akan
dihadapi tetapi perbedaanya kalau berfikir hanya menafsirkan sesuatu hal
tersebut denga biasa dalam arti kurang mengandung makna dan belum tentu
kebenaranya juga tanpa dibarengi pengetahuan kebijaksaaan dan hikmah.
a.Berpikir biasa adalah bagaimana manusia berfikir untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya artinya berfikir untuk kepentingan
pribadinya.
b.Berpikir Ilmiah adalah berfikir secara logis yaitu
secara nyata dan apa yang kita pikirkan bias dipertanggung jawabkan
c.Berfikir Filsafat adalah berfikir untuk terus menerus
maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah
pada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan
kebenaran.
Sebaliknya berfilsafat berarti
berpikir itu memang benar adanya karena, berfilsafat akan selalu berusaha untuk
berpikir guna mencapai kebaikan dan mencari kebenaran dari berbagai teori atau
ilmu-ilmu, maka dengan berfilsafat itu berarti penyelidikan tentang apanya,
bagaimananya dan untuk apa, berpikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu
secara disiplin dan mendalam. Orang yang berfilsafat akan menggunakan pemikiran
yang bermakna seperti:
a.
berfikir radikal, yaitu berfikir sampai keakar-akarnya
dan tidak tanggung2 tidak ada sesuatu yang terlarang untuk dipikirkan
b.
sistematik yaitu berfikir logis yang bergerak selangkah
demi selangkah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
c.
universal,yaitu berfikir secara menyeluruh tidak terbatas
pada bagian2 tertentu tetapi mencakup keseluruhan aspek yang kongkrit dan
abstrak.
PENGANTAR ILMU FILSAFAT