Kamis, 13 Juni 2013

FILSAFAT ISLAM

FILSAFAT ISLAM

            pertemuan Islam (kaum muslimin) dengan filsafat, terjadi pada abad-abad ke-8 masehi atau abad ke-2 Hijriah, pada saat Islam berhasil mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru. Dalam abad pertengahan, filsafat dikuasai oleh umat Islam. Buku-buku filsafat Yunani, diseleksi dan disadur seperlunya, serta diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Minat dan gairah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan waktu itu begitu tinggi karena pemerintahlah yang menjadi pelopor serta pioner utamanya.
            Dua imperium besar pada masa itu, yakni Abbasiyah dengan ibu kotanya Bagdad (di Timur), dan Umayyah dengan ibu kotanya Kordova (di Barat) menjadi pusat peradaban dunia yang menghasilkan banyak orang bergelut dalam dunia kefilsafatan. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat Islam, maka kehadiran para filosof muslim dalam dunia kefilsafatan dari masa ke masa harus ditelusuri.

            Dalam sejarah perkembangan filsafat Islam, filosof pertama yang lahir dalam dunia Islam adalah al-Kindi (796-873 M). Ide-ide al-Kindi dalam filsafat misalnya, filsafat dan agama tidak mungkin ada pertentangan. Cabang termulia dari filsafat adalah ilmu tauhid atau teologi. Filsafat membahas kebenaran atau hakekat. Kalau ada hakekat-hakekat mesti ada hakekat pertama (الحق الأول) yakni Tuhan. Ia juga membicarakan tentang jiwa dan akal.
            Filosof besar kedua dalam sejarah perkembangan filsafat Islam ialah al-Farabi (872-950 M). Dia banyak menulis buku-buku tentang logika, etika, ilmu jiwa dan sebagainya. Ia menulis buku “Tentang Persamaan Plato dan Aristoteles”, sebagai wujud keyakinan beliau bahwa filsafat Aristoteles dan Plato dapat disatukan. Filsafatnya yang terkenal adalah filsafat emanasi.
            Selanjutnya, filosof setelah al-Farabi adalah Ibnu Sina (980-1037 M). Nama Ibnu Sina terkenal akibat dua karangan beliau yakni al-Qanun Fiy al-Tibb yang merupakan sebuah Ensiklopedia tentang ilmu kedokteran yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M, dan menjadi buku pegangan di universitas-universitas Eropa, dan al-Syifa al-Qanun yang merupakan Einsiklopedia tentang filsafat Aistoteles dan ilmu pengetahuan. Di dunia Barat, beliau dikenal dengan Avicenna (Spanyol Aven Sina) dan popularitasnya di dunia Barat sebagai dokter melampau popularitasnya sebagai filosof, sehingga ia diberi gelar dengan “the Prince of the Physicians”. Di dunia Islam sendiri, ia diberi gelar al-Syaikh al-Ra’is atau pemimpin utama dari filosof-filosof.
            Filosof selanjutnya adalah Ibnu Miskawaih (W. 1030 M). Beliau lebih dikenal dengan filsafat akhlaknya yang tetuang dalam bukunya, Tahzib al-Akhlak. Menurutnya, akhlak adalah sikap mental atau jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa pemikiran yang dibawa sejak lahir. Kemudian ia berpendapat bahwa jiwa tidak berbentuk jasmani dan mempunyai bentuk tersendiri. Jiwa memiliki tiga daya yang pembagiannya sama dengan pembagian al-Kindi. Kesempurnaan yang dicari oleh manusia ialah kebajikan dalam bentuk ilmu pengetahuan dan tidak tunduk pada hawa nafsu serta keberanian dan keadilan.
            Filosof berikutnya adalah al-Ghazali. Selain filosof, al-Gazali juga termasuk sufi. Jalan yang ditempuh al-Ghazali diakhir masa hidupnya meninggalkan perasaan syak yang sebelumnya mengganggu jiwanya. Keyakinan yang hilang dahulu ia peroleh kembali.
            Berdasar dari uraian-uraian terdahulu, maka dapat dipahami bahwa perkembangan filsafat Islam, pada mulanya terwariskan dari karangan-karangan filosof Yunani, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Latin, dan berpengaruh bagi ahli-ahli fikir Eropa sehingga ia diberi gelar penafsir (comentator), yaitu penafsir filsafat Aristoteles.
            Perkembangan filsafat Islam, hidup dan memainkan peran signifikan dalam kehidupan intelektual dunia Islam. Jamal al-Dīn al-Afgani, seorang murid Mazhab Mulla Shadra saat di Persia, menghidupkan kembali kajian filsafat Islam di Mesir. Di Mesir, sebagian tokoh agama dan intelektual terkemuka seperti Abd. al-Halim Mahmud, Syaikh al-Azhar al-marhum, menjadi pengikutnya.
            Filsafat Islam di Persia, juga terus berkembang dan memainkan peran yang sangat penting meskipun terdapat pertentangan dari kelompok ulama Syi’ah. Tetapi patut dicatat bahwa Ayatullah Khoemeni, juga mempelajari dan mengajarkan al-hikmah (filsafat Islam) selama berpuluh puluh tahun di Qum, sebelum memasuki arena politik, dan juga Murtadha Muthahhari, pemimpin pertama Dewan Revolusi Islam, setelah revolusi Iran 1979, adalah seorang filosof terkemuka. Demikian pula di Irak, Muhammad Baqir al-Shadr, pemimpin politik dan agama yang terkenal, adalah juga pakar filsafat Islam.

FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA FILSAFAT ISLAM

                Kontak dunia Islam dengan peradaban Yunani. Internasionalisasi imperium Sassaniyah.
Transfer pengetahuan yang pesat pada masa Abbasiyah, terutama masa Al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid.
Konversi agama dari kalangan Kristiani ke Islam Migrasi orang-orang Kristiani ke dunia Muslim
Relasi filsafat dengan perkembangan ilmu-ilmu sains, sehingga mendorong Muslim untuk mempelajari filsafat Yunani/Helenistik  Kaitan antara Filsafat, Qur’an dan Hadist
                Qur’an dan Hadis menjadi sumber inspirasi bagi filosuf Islam dalam mengembangkan kajiannya.
Para filosuf Muslim dalam argumentasinya selalu menggunakan konsep-konsep filosofis yang tertera dalam Qur’an dan Hadis. Contoh:
                konsep al-haqiqah (kebenaran) sesuai dengan salah satu nama Tuhan al-Haqq (Yang Benar).
Konsep al-hikmah (Q.S. Ali-Imran (3): 48, 81).

“Dan Allah mengajarkan kepadanya Kitab dan kebijaksanaan (al-hikmah).”
Konsep tentang penciptaan, tentang roh dan eskatologi bersumber dari al-Qur’an dan Hadis.


PERBEDAAN FILSAFAT YUNANI DAN FILSAFAT ISLAM

                Filsafat Islam berlandaskan Qur’an, Hadits dan keimanan, semenatara Filsafat Yunani mengandalkan rasio semata.
                Filosof Muslim menolak pemikiran filsafat Yunani, kecuali tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam. Filosof mengembangkan pemikiran filsafat Yunani sedemikian rupa sehingga tersedia ruang bagi tampilnya kebenaran azasi dalam Islam. Contoh:
• Filsafat Yunani: Tuhan adalah penggerak pertama bagi alam atau penggerak yang tidak bergerak, filsafat Islam: Tuhan adalah pencipta alam semesta.
• Filsafat Yunani: Tuhan adalah wujud yang hanya mengetahui diri-Nya, filsafat Islam: Tuhan mengetahui diri-Nya dan seluruh ciptaan-Nya.

PARA FILOSOF ISLAM AWAL DI TIMUR
Al-Kindi (796-873 M)
                Ia terkenal dengan filsafatnya tentang al-Haq al-Awwal, sebagai ahli epistimologi, etika, kimia, fisika, kedokteran, astronomi, aljabar, musik, geometri dan kedokteran

Al-Farabi (872-950 M)
Ia terkenal dengan teori emanasi, (pancaran/faidh), ahli dalam filsafat sosial/politik, logika, epistimologi, psikologi, teori kenabian

Zakariyya al-Razi (864-925 M)
Ia terkenal dgn filsafat 5 hal yang kekal (Tuhan, Jiwa universal, Materi pertama, ruang mutlak dan waktu mutlak, ahli kimia,

Ikhwan al-Safa (paruh kedua abad ke 4 M),
ahli matematia, fisika, logika astronomi, psikologi, filsafat politik

Ibnu Sina (980-1036 M)
ahli kedokteran, fisika, psikologi, logika, teori kebahagiaan dan kenabiaan.

Ibnu Miskawih ( 1030 M)
ahli filsafar wujud, Psikologi, Moral/kebahagiaan, filsafat sosial/politik dan teori evolusi

Al-Gazali (1059- 1111 M)
Ahli Tsawuf, teologi, logika

Ibn Masarrah (883-931 M)
Ibn Bajjah (w. 1138 M),
ahli filsafat moral dn psikologi
Ibn Thufail (1106-1185 M),
ahli epistimologi dan tasawuf

Ibnu Rusyd (1126-1198 M),
Ahli logika, fisika, epistimologi, fiqh


Ibnu Sab’in (1217-1270 M)

Ibnu Khaldun (1332-1406 M),
ahli filsaft sosial dan sejarah


MASALAH – MASALAH FILSAFAT DALAM ISLAM

n Masalah Ketuhanan
n Hubungan filsafat dengan agama
n Tentang teori penciptaan
n Jiwa (roh)
n Wahyu dan Kenabian
n Eskatologi


0 komentar:

Posting Komentar